A. Latar
Belakang
Sekarang ini, posisi pendidikan sangatlah amat penting
untuk diperhatikan. Pendidikan juga wajib berlaku bagi semua orang. Dari anak
kecil sampai tua, semua pernah dan masih berjalan untuk mengenyang dunia
pendidikan. Pendidikan itu bentuknya sangat beragam. Ada pendidikan formal, non
formal serta informal.
Yang sangat digalakkan pemerintah saat ini adalah
pendidikan formal, dimana para belajar menuntut ilmu pada sebuah lembaga
pendidikan. Pendidikan formal tersebut dilaksanakan sedemikian, dengan tujuan
untuk mencerdaskan anak bangsa. Hal tersebut tertuang dalam UU No. 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang merumuskan tujuan pendidikan yang
ingin dicapai yaitu mengembangkan kemampuan membentuk watak serta peradaban
bangsa dalam martabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Untuk mencapai tujuan itulah, peningkatan kualitas
pendidikan perlu ditingkatkan. Selain para siswa yang harus memotivasi diri
mereka sendiri, guru juga berperan penting dalam peningkatan kualitas
pendidikan. Guru juga menjadi penentu berhasil atau tidaknya pendidikan yang ia
jalankan.
Tetapi tidak semua guru bisa menjalankan tugasnya
secara professional. Banyak sekali hal-hal yang menyebebkan seorang guru tidak
profesional dalam mengajar. Itulah masalah sebenarnya dihadapi oleh bangsa
Indonesia. Siapa yang bertanggung jawab bila seorang guru tidak menjalankan
tugasnya dengan baik? Tentu saja peranan dari pembina guru yang harusnya
membimbing dan membina serta mengoreksi apa saja kekurangan-kekurangan guru
tersebut.
Pembinaan terhadap guru, tidak harus dilakukan oleh
sebuah Dinas yang datang. Melainkan seorang Kepala Sekolah. Ya, seorang Kepala
Sekolah memang mempunyai wewenang untuk melakukan pembinaan atau istilahnya
supervisi terhadap guru. Bagi Kepala sekolah yang melakukan pembinaan atau
supervisi, akan nampak perbedaanya jika dibandingkan dengan yang tidak
melakukan pembinaan atau supervisi. Karena dengan adanya pembinaan atau
supervisi tersebut, Kepala Sekolah dapat memantau dan mengoreksi apa saja yang
dilakukan olah seorang guru ketika melakukan proses belajar mengajar.
Dengan manfaat dari pembinaan atau supervisi itulah,
kekurangan-kekuranagn guru dapat segera dihilangkan sehingga pembelajaran akan
berjalan sempurna dan bisa mencapai tujuan awal pendidikan yaitu mencerdaskan
kehidupan bangsa seperti yang dipaparkan diatas.
Pendidikan
adalah usaha sadar yang dengan sengaja dirancangkan untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia. Salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia ialah
melalui proses pembelajaran di sekolah.
Dalam
usaha meningkatkan kualitas sumber daya pendidikan, guru merupakan komponen
sumber daya manusia yang harus dibina dan dikembangkan terus-menerus.
Pembentukan profesi guru dilaksanakan melalui program pendidikan pra-jabatan
maupun program dalam jabatan. Tidak semua guru yang dididik di lembaga
pendidikan terlatih dengan baik dan kualified. Potensi sumber daya guru itu
perlu terus bertumbuh dan berkembang agar dapat melakukan fungsinya secara
potensial. Selain itu pengaruh perubahan yang serba cepat mendorong guru-guru
untuk terus-menerus belajar menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta mobilitas masyarakat.
Masyarakat mempercayai, mengakui dan menyerahkan
kepada guru untuk mendidik tunas-tunas muda dan membantu mengembangkan
potensinya secara professional. Kepercayaan, keyakinan, dan penerimaan ini
merupakan substansi dari pengakuan masyarakat terhadap profesi guru. Implikasi
dari pengakuan tersebut mensyaratkan guru harus memiliki kualitas yang memadai.
Tidak hanya pada tataran normatif saja namun mampu mengembangkan kompetensi
yang dimiliki, baik kompetensi personal, professional, maupun kemasyarakatan
dalam selubung aktualisasi kebijakan pendidikan.
Hal tersebut lantaran guru merupakan penentu
keberhasilan pendidikan melalui kinerjanya pada tataran institusional dan
eksperiensial, sehingga upaya meningkatkan mutu pendidikan harus dimulai dari
aspek “guru” dan tenaga kependidikan lainnya yang menyangkut kualitas
keprofesionalannya maupun kesejahteraan dalam satu manajemen pendidikan yang
professional.
Konsep supervisi modern dirumuskan oleh Kimball
Wiles (1967) sebagai berikut : “Supervision is assistance in the devolepment
of a better teaching learning situation”. Supervisi adalah bantuan dalam
pengembangan situasi pembelajaran yang lebih baik. Rumusan ini
mengisyaratkan bahwa layanan supervisi meliputi keseluruhan situasi belajar
mengajar (goal, material, technique, method, teacher, student, an envirovment).
Situasi belajar inilah yang seharusnya diperbaiki dan ditingkatkan melalui
layanan kegiatan supervisi. Dengan demikian layanan supervisi tersebut mencakup
seluruh aspek dari penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran.
Konsep supervisi tidak bisa disamakan dengan
inspeksi, inspeksi lebih menekankan kepada kekuasaan dan bersifat otoriter,
sedangkan supervisi lebih menekankan kepada persahabatan yang dilandasi oleh
pemberian pelayanan dan kerjasama yang lebih baik diantara guru-guru, karena
bersifat demokratis. Istilah supervisi pendidikan dapat dijelaskan baik menurut
asal usul etimologi, bentuk perkataannya (Istilah supervisi diambil
dalam perkataan bahasa Inggris “ Supervision” artinya pengawasan di bidang
pendidikan. Orang yang melakukan supervisi disebut supervisor). Morfologi, maupun isi yang
terkandung dalam perkataan itu. Supervisi dapat dijelaskan
menurut bentuk perkataannya. Supervisi terdiri dari dua kata.Super berarti
atas, lebih. Visi berarti lihat, tilik, awasi. Seorang supervisor
memang mempunyai posisi diatas atau mempunyai kedudukan yang lebih dari orang
yang disupervisinya. Semantik, pada hakekatnya isi yang terandung dalam definisi yang
rumusanya tentang sesuatu tergantung dari orang yang mendefinisikan. Wiles
secara singkat telah merumuskan bahwa supervisi sebagai bantuan pengembangan
situasi mengajar belajar agar lebih baik. Adam dan Dickey merumuskan supervisi
sebagai pelayanan khususnya menyangkut perbaikan proses belajar mengajar.
Sedangkan Depdiknas (1994) merumuskan supervisi sebagai berikut : “ Pembinaan
yang diberikan kepada seluruh staf sekolah agar mereka dapat meningkatkan kemampuan
untuk mengembangkan situasi belajar mengajar yang lebih baik“. Dengan demikian,
supervisi ditujukan kepada penciptaan atau pengembangan situasi belajar
mengajar yang lebih baik.
Untuk itu ada dua hal (aspek) yang perlu
diperhatikan :
a. Pelaksanaan
kegiatan belajar mengajar
b. Hal-hal yang
menunjang kegiatan belajar mengajar
Karena aspek utama adalah guru, maka layanan dan
aktivitas kesupervisian harus lebih diarahkan kepada upaya memperbaiki dan
meningkatkan kemampuan guru dalam mengelola kegiatan belajar mengajar. Untuk
itu guru harus memiliki yakni : 1) kemampuan personal, 2) kemampuan profesional
3) kemampuan sosial (Depdiknas, 1982).
Atas dasar uraian diatas, maka pengertian
supervisi dapat dirumuskan sebagai berikut “serangkaian usaha pemberian bantuan
kepada guru dalam bentuk layanan profesional yang diberikan oleh supervisor (
Pengawas sekolah, kepala sekolah, dan pembina lainnya) guna meningkatkan mutu
proses dan hasil belajar mengajar. Karena supervisi atau pembinaan guru
tersebut lebih menekankan pada pembinaan guru tersebut pula “Pembinaan
profesional guru“ yakni pembinaan yang lebih diarahkan pada upaya memperbaiki
dan meningkatkan kemampuan profesional guru.
Supervisi dapat kita artikan sebagai pembinaan.
Sedangkan sasaran pembinaan tersebut bisa untuk kepala sekolah, guru, pegawai
tata usaha. Namun yang menjadi sasaran supervisi diartikan pula pembinaan guru
B. Rendahnya
Keprofesionalan Guru Saat Ini
Saat ini kita memang sedang mengalami yang namanya
globalisasi. Dimana seluruh dunia bergabung menjadi satu kesatuan. Termasuk
dunia pendidikan. Pantas saja, kita sebagai pandidik dituntut untuk terus
berusaha meningkatkan kualitas pendidikan yang untuk kategoti negara kita
sendiri, yaitu Indonesia masih rendah dibanding negara-negara tetangga lain.
Untuk itu, bagaimanapun caranya semua pendidik harus
mempunyai sikap yang profesional. Jika guru tersebut profesional, maka akan
dihasilkan produk pendidikan yang berkualitas. Guru yang berprofesional
menjadikan atau proses pembelajaran yang berkualitas, sehingga peserta didik
pun senang mengikuti proses pembelajaran tersebut dan pada akhirnya seseorang
yang dihasilkan dari sekolah yang berkualitas itu bisa bersaing di era
globalisasi saat ini.
Kedudukan guru sebagai tenaga pengajar professional
mempunyai visi dan misi. Visinya adalah terwujudnya penyelenggaraan
pembelajaran sesuai dengan prinsip-prinsip profesionalitas untuk memenuhi hak
yang sama bagi setiap warga negara dalam memperoleh pendidikan yang bermutu.
Misinya adalah mengangkat martabat tenaga pengajar, menjamin hak dan kewajiban
tenaga pengajar, meningkatkan kompetensi tenaga pengajar, memajukan profesi
serta karier tenaga pengajar, meningkatkan mutu pembelajaran, meningkatkan mutu
pendidikan nasional, mengurangi kesenjangan ketersediaan tenaga pengajar
antardaerah dari segi jumlah, mutu kualifikasi akademik, dan kompetensi. Misi
lainnya adalah mengurangi kesenjangan mutu pendidikan antardaerah dan
meningkatkan pelayanan pendidikan yang bermutu.
Dengan peningkatan profesionalisme guru ini, akan
terwujud penyelenggaraan pendidikan atau pembelajaran sesuai dengan prinsip-prinsip
prefesionalitas. Menurut penelitian, kualitas pendidikan ditentukan oleh 60%
kualitas guru. Apabila kualitas guru itu jelek, maka kualitas pendidikan
sebesar 60% itu juga akan jelek. Sebaliknya, apabila kualitas guru tersebut
baik, maka 40% kualitas pendidikan tersebut akan baik. untuk 40%, adalah
faktor-faktor lain yang mempengaruhi kualitas pendidikan lainnya. Dari fakta
tersebut, artinya apabila pendidikan ingin maju harus dimulai dari si guru
tersebut. Karena disini guru sebagai faktor kunci untuk memajukan pendidikan.
Tetapi, fakta dilapangan berkata lain. Lembaga
Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jakarta pada tahun 2012, bahwa berdasarkan
tes uji kompetensi guru, menunjukkan bahwa hasil UKG pada uji kompetensi
profesional dan kompetensi pedagogik guru masih rendah.
Data yang diperolah dari BNSP, sebanyak 49,3% guru SD
tidak layak mengajar. Data tu diperoleh ketika semua guru SD maupun MI diadakan
Uji Kompetensi. Ternyata 60% dari guru
tersebut mendapatkan nilai dibawah 7. Hal ini sangat memprihatinkan.
Selanjutnya, data yang diperoleh bahwa untuk guru yang
diuji sebanyak 1048 orang guru SMP dalam uji kompetensi profesional khususnya
penguasaan materi guru-guru SMP rerata keseluruhan mata pelajaran 6,9.
Sedangkan hasil dari uji kompetensi pedagogik, guru yang mendapat nilai D
(predikat kurang) adalah 35 persen, nilai C (predikat cukup) adalah 63 persen,
mendapat nilai B (predikat baik) hanya 2 persen, ironisnya yang
mendapat nilai A (predikat amat baik) adalah 0 persen. Dari data di atas dapat
diketahui bahwa kompetensi pedagogik yang memenuhi standar kompetensi adalah 35
persen.
Hal yang tidak jauh berbeda pun terjadi pada jenjang
SMA dan SMK. Pada tingkat SMA kompetensi profesional khususnya Penguasaan
Materi Guru-guru SMA keseluruhan mata pelajaran 5,7. Fenomena di atas
telah menjadi gambaran secara sekilas kepada kita, tentang kondisi dunia
pendidikan di negeri kita saat ini, dimana kualitas proses pembelajaran kita
masih jauh dari apa yang kita harapkan. Perlu upaya kerja keras tanpa
henti dengan melibatkan seluruh stakeholder, agar pendidikan kita di bumi
serumpun sebalai ini dapat bangkit dan mengejar ketertinggalan sehingga mampu
berkompetisi secara terhormat dalam era globalisasi ini. Oleh sebab itu
reformasi pendidikan, dimana salah satu isu utamanya adalah peningkatan
profesionalisme guru merupakan sebuah keniscayaan yang tidak dapat
ditawar-tawar lagi dalam mencapai pendidikan yang lebih berkualitas.
Banyak faktor yang menyebabkan mengapa kompetensi guru
demikian rendah. Mulai dari komitmen pemerintah rendah, kesejahteraan yang
minim, pembinaan dan perlindungan profesi yang belum memadai, kualitas input,
LPTK sebagai lembaga yang menghasilkan guru, sampai kepada persoalan kinerja
guru yang sangat rendah. Permasalahan itu langsung atau tidak langsung akan berkaitan
dengan masalah mutu profesionalisme guru yang masih belum memadai. Padahal
sudah sangat jelas hal tersebut ikut menentukan mutu pendidikan nasional. Mutu
pendidikan nasional yang rendah, salah satu penyebabnya adalah mutu guru yang
rendah.
Selain faktor di atas faktor lain yang menyebabkan
rendahnya profesionalisme guru disebabkan oleh:
1.
Masih banyak
guru yang tidak menekuni profesinya secara utuh. Hal ini disebabkan banyak guru
yang bekerja diluar jam kerjanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari
sehingga waktu untuk membaca dan menulis untuk meningkatkan diri tidak memadai
2.
Belum adanya
standart profesional guru sebagaimana tuntutan di negara-negara maju
3.
Kemungkinan
disebabkan oleh adanya perguruan tinggi sebagai pencetak guru yang lulusannya asal
jadi tanpa memperhitungkan outputnya kelak dilapangan sehingga menyebabkan
banyak guru yang tidak patuh terhadap etika profesi keguruan
4.
Kurangnya
motivasi guru dalam meningkatkan kualitas diri
C. Pentingnya Pengembangan Sumber
Daya Guru dengan Supervisi
Di
abad sekarang ini, yaitu era globalisasi dimana semuanya serba digital,
akses informasi sangat cepat dan persaingan hidup semakin ketat, semua bangsa
berusaha untuk meningkatkan sumber daya manusia. Hanya manusia yang mempunyai
sumber daya unggul dapat bersaing dan mempertahankan diri dari dampak
persaingan global yang ketat. Termasuk sumber daya pendidikan. Yang termasuk
dalam sumber daya pendidikan yaitu ketenagaan, dana dan sarana dan prasarana
Guru
merupakan penentu keberhasilan pendidikan melalui kinerjanya pada tataran
institusional dan eksperiensial, sehingga upaya meningkatkan mutu pendidikan
harus dimulai dari aspek “guru” dan tenaga kependidikan lainnya yang menyangkut
kualitas keprofesionalannya maupun kesejahteraan dalam satu manajemen pendidikan
yang professional.
Ada
dua metafora untuk menggambarkan pentingnya pengembangan sumber daya guru.
Pertama,
jabatan guru diumpamakan dengan sumber air. Sumber air itu harus terus
menerus bertambah, agar sungai itu dapat mengalirkan air terus-menerus. Bila
tidak, maka sumber air itu akan kering. Demikianlah bila seorang guru tidak
pernah membaca informasi yang baru, tidak menambah ilmu pengetahuan tentang apa
yang diajarkan, maka ia tidak mungkin memberi ilmu dan pengetahuan dengan cara
yang lebih menyegarkan kepada peserta didik.
Kedua, jabatan guru diumpamakan
dengan sebatang pohon buah-buahan. Pohon itu tidak akan berbuah lebat, bila
akar induk pohon tidak menyerap zat-zat makanan yang berguna bagi pertumbuhan
pohon itu. Begitu juga dengan jabatan guru yang perlu bertumbuh dan berkembang.
Baik itu pertumbuhan pribadi guru maupun pertumbuhan profesi guru. Setiap guru
perlu menyadari bahwa pertumbuhan dan pengembangan profesi merupakan suatu
keharusan untuk menghasilkan output pendidikan berkualitas. Itulah sebabnya
guru perlu belajar terus menerus, membaca informasi terbaru dan mengembangkan
ide-ide kreatif dalam pembelajaran agar suasana belajar mengajar menggairahkan
dan menyenangkan baik bagi guru apalagi bagi peserta didik.
Peningkatan
sumber daya guru bisa dilaksanakan dengan bantuan supervisor, yaitu orang
ataupun instansi yang melaksanakan kegiatan supervisi terhadap guru. Perlunya
bantuan supervisi terhadap guru berakar mendalam dalam kehidupan masyarakat.
Swearingen mengungkapkan latar belakang perlunya supervisi berakar mendalam
dalam kebutuhan masyarakat dengan latar belakang sebagai berikut:
1.
Latar Belakang Kultural
Pendidikan
berakar dari budaya arif lokal setempat. Sejak dini pengalaman belajar dan
kegiatan belajar-mengajar harus daingkat dari isi kebudayaan yang hidup di
masyarakat itu. Sekolah bertugas untuk mengkoordinasi semua usaha dalam rangka
mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang dicita-citakan.
2.
Latar Belakang Filosofis
Suatu
system pendidikan yang berhasil guna dan berdaya guna bila ia berakar mendalam
pada nilai-nilai filosofis pandangan hidup suatu bangsa.
3.
Latar Belakang Psikologis
4.
Secara psikologis supervisi itu berakar mendalam pada
pengalaman manusia. Tugas supervisi ialah menciptakan suasana sekolah yang
penuh kehangatan sehingga setiap orang dapat menjadi dirinya sendiri.
5.
Latar Belakang Sosial
Seorang
supervisor dalam melakukan tanggung jawabnya harus mampu mengembangkan potensi
kreativitas dari orang yang dibina melalui cara mengikutsertakan orang lain
untuk berpartisipasi bersama. Supervisi harus bersumber pada kondisi
masyarakat.
6.
Latar Belakang Sosiologis
Secara
sosiologis perubahan masyarakat punya dampak terhadap tata nilai. Supervisor
bertugas menukar ide dan pengalaman tentang mensikapi perubahan tata nilai dalam
masyarakat secara arif dan bijaksana.
7.
Latar Belakang Pertumbuhan Jabatan
Supervisi
bertugas memelihara, merawat dan menstimulasi pertumbuhan jabatan guru.
Diharapkan guru menjadi semakin professional dalam mengemban amanat jabatannya
dan dapat meningkatkan posisi tawar guru di masyarakat dan pemerintah, bahwa
guru punya peranan utama dalam pembentukan harkat dan martabat manusia.
Permasalahan
yang dihadapi dalam melaksanakan supervisi di lingkungan pendidikan dasar
adalah bagaimana cara mengubah pola pikir yang bersifat otokrat dan korektif
menjadi sikap yang konstruktif dan kreatif, yaitu sikap yang menciptakan
situasi dan relasi di mana guru-guru merasa aman dan diterima sebagai subjek
yang dapat berkembang sendiri. Untuk itu, supervisi harus dilaksanakan
berdasarkan data, fakta yang objektif (Sahertian, 2000:20). Supandi
(1986:252), menyatakan bahwa ada dua hal yang mendasari pentingnya supervisi
dalam proses pendidikan.
Perkembangan
kurikulum merupakan gejala kemajuan pendidikan. Perkembangan tersebut sering
menimbulkan perubahan struktur maupun fungsi kurikulum. Pelaksanaan kurikulum
tersebut memerlukan penyesuaian yang terus-menerus dengan keadaan nyata di
lapangan. Hal ini berarti bahwa guru-guru senantiasa harus berusaha
mengembangkan kreativitasnya agar daya upaya pendidikan berdasarkan kurikulum
dapat terlaksana secara baik. Namun demikian, upaya tersebut tidak selamanya
berjalan mulus. Banyak hal sering menghambat, yaitu tidak lengkapnya informasi
yang diterima, keadaan sekolah yang tidak sesuai dengan tuntutan kurikulum,
masyarakat yang tidak mau membantu, keterampilan menerapkan metode yang masih
harus ditingkatkan dan bahkan proses memecahkan masalah belum terkuasai. Dengan
demikian, guru dan Kepala Sekolah yang melaksanakan kebijakan pendidikan di
tingkat paling mendasar memerlukan bantuan-bantuan khusus dalam memenuhi
tuntutan pengembangan pendidikan, khususnya pengembangan kurikulum.
Pengembangan
personel, pegawai atau karyawan senantiasa merupakan upaya yang terus-menerus
dalam suatu organisasi. Pengembangan personal dapat dilaksanakan secara formal
dan informal. Pengembangan formal menjadi tanggung jawab lembaga yang
bersangkutan melalui penataran, tugas belajar, loka karya dan sejenisnya.
Sedangkan pengembangan informal merupakan tanggung jawab pegawai sendiri dan
dilaksanakan secara mandiri atau bersama dengan rekan kerjanya, melalui
berbagai kegiatan seperti kegiatan ilmiah, percobaan suatu metode mengajar, dan
lain sebagainya.
Kegiatan
supervisi pengajaran merupakan kegiatan yang wajib dilaksanakan dalam
penyelenggaraan pendidikan. Pelaksanaan kegiatan supervisi dilaksanakan oleh
kepala sekolah dan pengawas sekolah dalam memberikan pembinaan kepada guru. Hal
tersebut karena proses belajar-mengajar yang dilaksakan guru merupakan inti dari
proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan
utama. Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung
serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang
berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Oleh karena
kegiatan supervisi dipandang perlu untuk memperbaiki kinerja guru dalam proses
pembelajaran.
Secara
umum ada 2 (dua) kegiatan yang termasuk dalam kategori supevisi pengajaran, Supervsi yang dilakukan oleh Kepala Sekolah kepada
guru-guru. Secara rutin dan terjadwal Kepala Sekolah melaksanakan
kegiatan supervisi kepada guru-guru dengan harapan agar guru mampu memperbaiki
proses pembelajaran yang dilaksanakan. Dalam prosesnya, kepala sekolah memantau
secara langsung ketika guru sedang mengajar. Guru mendesain kegiatan
pembelajaran dalam bentuk rencana pembelajaran kemudian kepala sekolah
mengamati proses pembelajaran yang dilakukan guru. Saat kegiatan supervisi
berlangsung, kepala sekolah menggunakan leembar observasi yang sudah dibakukan,
yakni Alat Penilaian Kemampuan Guru (APKG). APKG terdiri atas APKG 1 (untuk
menilai Rencana Pembelajaran yang dibuat guru) dan APKG 2 (untuk menilai
pelaksanaan proses pembelajaran) yang dilakukan guru.
Supervisi
yang dilakukan oleh Pengawas Sekolah kepada Kepala Sekolah dan guru-guru untuk
meningkatkan kinerja. Kegiatan supervisi ini dilakukan oleh Pengawas Sekolah
yang bertugas di suatu Gugus Sekolah. Gugus Sekolah adalah gabungan dari
beberapa sekolah terdekat, biasanya terdiri atas 5-8 Sekolah Dasar. Hal-hal
yang diamati pengawas sekolah ketika melakukan kegiatan supervisi untuk
memantau kinerja kepala sekolah, di antaranya administrasi sekolah, meliputi:
Bidang
Akademik, mencakup kegiatan:1) menyusun program tahunan dan
semester, 2) mengatur jadwal pelajaran, 3) mengatur pelaksanaan penyusunan model satuan pembelajaran, 4) menentukan norma kenaikan kelas, 5) menentukan norma penilaian, 6) mengatur pelaksanaan evaluasi belajar, 7) meningkatkan perbaikan mengajar, 8) mengatur kegiatan
kelas apabila guru tidak hadir, dan 9) mengatur disiplin dan tata tertib kelas. Bidang Kesiswaan, mencakup kegiatan: 1) mengatur pelaksanaan penerimaan siswa
baru berdasarkan peraturan penerimaan siswa baru, 2) mengelola layanan bimbingan dan
konseling, 3) mencatat
kehadiran dan ketidakhadiran siswa, dan 4) mengatur dan
mengelola kegiatan ekstrakurikuler. Bidang Personalia, mencakup kegiatan: 1) mengatur pembagian tugas guru, 2) mengajukan kenaikan pangkat, gaji, dan
mutasi guru, 3) mengatur program
kesejahteraan guru, 4) mencatat kehadiran dan ketidakhadiran
guru, dan 5) mencatat masalah atau
keluhan-keluhan guru.
Bidang
Keuangan, mencakup kegiatan: 1) menyiapkan rencana anggaran dan belanja
sekolah, 2) mencari sumber
dana untuk kegiatan sekolah, 3) mengalokasikan dana untuk kegiatan sekolah, dan 4) mempertanggungjawabkan
keuangan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Bidang Sarana dan Prasarana, mencakup kegiatan: 1) penyediaan dan seleksi
buku pegangan guru, 2) layanan perpustakaan dan laboratorium, 3) penggunaan alat
peraga, 4) kebersihan dan keindahan lingkungan sekolah, 5) keindahan dan
kebersihan kelas, dan 6) perbaikan kelengkapan
kelas. Bidang Hubungan Masyarakat,
mencakup kegiatan: 1) kerjasama
sekolah dengan orangtua siswa, 2) kerjasama
sekolah dengan Komite Sekolah, 3) kerjasama sekolah dengan lembaga-lembaga terkait, dan 4) kerjasama
sekolah dengan masyarakat sekitar trakurikuler
D. Profesionalisme Guru
Profesionalisme
menjadi tuntutan dari setiap pekerjaan. Apalagi profesi guru yang sehari-hari
menangani benda hidup yang berupa anak-anak atau siswa dengan berbagai
karakteristik yang masing-masing tidak sama. Pekerjaaan sebagai guru menjadi
lebih berat tatkala menyangkut peningkatan kemampuan anak didiknya, sedangkan
kemampuan dirinya mengalami stagnasi.
Guru yang profesional adalah mereka
yang memiliki kemampuan profesional dengan berbagai kapasitasnya sebagai
pendidik. Studi yang dilakukan oleh Ace Suryani menunjukkan bahwa Guru yang
bermutu dapat diukur dengan lima indikator, yaitu: pertama, kemampuan
profesional (professional capacity), sebagaimana terukur dari ijazah, jenjang
pendidikan, jabatan dan golongan, serta pelatihan. Kedua, upaya profesional
(professional efforts), sebagaimana terukur dari kegiatan mengajar, pengabdian
dan penelitian. Ketiga, waktu yang dicurahkan untuk kegiatan profesional
(teacher’s time), sebagaimana terukur dari masa jabatan, pengalaman mengajar
serta lainnya. Keempat, kesesuaian antara keahlian dan pekerjaannya (link and
match), sebagaimana terukur dari mata pelajaran yang diampu, apakah telah
sesuai dengan spesialisasinya atau tidak, serta kelima, tingkat kesejahteraan
(prosperiousity) sebagaimana terukur dari upah, honor atau penghasilan rutinnya.
Tingkat kesejahteraan yang rendah bisa mendorong seorang pendidik untuk
melakukan kerja sambilan, dan bilamana kerja sambilan ini sukses, bisa jadi
profesi mengajarnya berubah menjadi sambilan.
Guru
yang profesional amat berarti bagi pembentukan sekolah unggulan. Guru
profesional memiliki pengalaman mengajar, kapasitas intelektual, moral,
keimanan, ketaqwaan, disiplin, tanggungjawab, wawasan kependidikan yang luas,
kemampuan manajerial, trampil, kreatif, memiliki keterbukaan profesional dalam
memahami potensi, karakteristik dan masalah perkembangan peserta didik, mampu
mengembangkan rencana studi dan karir peserta didik serta memiliki kemampuan
meneliti dan mengembangkan kurikulum
Dewasa ini banyak guru, dengan
berbagai alasan dan latar belakangnya menjadi sangat sibuk sehingga tidak
jarang yang mengingat terhadap tujuan pendidikan yang menjadi kewajiban dan
tugas pokok mereka. Seringkali kesejahteraan yang kurang atau gaji yang rendah menjadi alasan
bagi sebagian guru untuk menyepelekan tugas utama yaitu mengajar sekaligus
mendidik siswa. Guru hanya sebagai penyampai materi yang berupa fakta-fakta
kering yang tidak bermakna karena guru menang belajar lebih dulu semalam
daripada siswanya. Terjadi ketidaksiapan dalam proses Kegiatan Belajar Mengajar
ketika guru tidak memahami tujuan umum pendidikan. Bahkan ada yang mempunyai
kebiasaan mengajar yang kurang baik yaitu tiga perempat jam pelajaran untuk
basa-basi bukan apersepsi dan seperempat jam untuk mengajar. Suatu proporsi
yang sangat tidak relevan dengan keadaan dan kebutuhan siswa. Guru menganggap
siswa hanya sebagai pendengar setia yang tidak diberi kesempatan untuk
mengembangkan diri sesuai dengan kemampuannya.
Banyak
kegiatan belajar mengajar yang tidak sesuai dengan tujuan umum pendidikan yang
menyangkut kebutuhan siswa dalam belajar, keperluan masyarakat terhadap sekolah
dan mata pelajaran yang dipelajari. Guru memasuki kelas tidak mengetahui tujuan
yang pasti, yang penting demi menggugurkan kewajiban. Idealisme menjadi luntur
ketika yang dihadapi ternyata masih anak-anak dan kalah dalam pengalaman.
Banyak guru enggan meningkatkan kualitas pribadinya dengan kebiasaan membaca
untuk memperluas wawasan. Jarang pula yang secara rutin pergi ke perpustakaan
untuk melihat perkembangan ilmu pengetahuan. Kebiasaan membeli buku menjadi
suatu kebiasaan yang mustahil dilakukan karena guru sudah merasa puas mengajar
dengan menggunakan LKS ( Lembar Kegiatan Siswa ) yang berupa soal serta sedikit
ringkasan materi.
Dapat
dilihat daftar pengunjung di perpustakaan sekolah maupun di perpustakaan umum,
jarang sekali guru memberi contoh untuk mengunjungi perpustakaan secara rutin.
Lebih banyak pengunjung yang berseragam sekolah daripada berseragam PSH. Kita
masih harus “Khusnudhon” bahwa dirumah mereka berlangganan koran harian yang
siap disantap setiap pagi. Tetapi ada juga kekhawatiran bahwa yang lebih banyak
dibaca adalah berita-berita kriminal yang menempati peringkat pertama
pemberitaan di koran maupun televisi. Sedangkan berita-berita mengenai
pendidikan, penemuan-penemuan baru tidak menarik untuk dibaca dan tidak menarik
perhatian. Kebiasaan membaca saja sulit dilakukan apalagi kebiasaan menulis
menjadi lebih mustahil dilakukan. Ini adalah realita dilapangan yang patut
disesalkan.
Sarana
dan prasarana penunjang pelajaran yang kurang memadai, terutama di daerah
terpencil. Tetapi hal ini tidak bisa dijadikan alasan bahwa dengan sarana yang
minimpun dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin agar mendaptkan hasil yang
bagus. Terkadang kita juga harus memakai prisip ekonomi yang ternyata dapat
membawa kemajuan. Yang sering dijumpai adalah sudah ada sarana tetapi tidak
dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Peta
dunia hanya dipajang di depan kelas, globe atau bola dunia dibiarkan berkarat
tidak pernah tersentuh, buku-buku pelajaran diperpustakaan dimakan rayap,
alat-alat praktek di laboratorium hanya tersimpan rapi di almari tidak pernah
dipergunakan. Media pengajaran yang sudah ada jangan dibiarkan rusak atau
berkarat gara-gara disimpan. Lebih baik rusak karena digunakan untuk praktek
siswa. Guru dituntut lebih kreatif dan inovatif dalam pemakaian sarana dan
media yang ada demi peningkatan mutu pendidikan. Sekolah juga tidak harus
bergantung pada bantuan dari pemerintah mengingat kebutuhan masing-masing
sekolah tidaklah sama.
Tingkat
kesejahteraan guru yang kurang mengakibatkan banyak guru yang malas untuk
berprestasi karena disibukkan mencari tambahan kebutuhan hidup yang semakin
berat. Anggaran pendidikan minimal 20 % harus dilaksanakan dan diperjuangkan
unutk ditambah karena pendidikan menyangkut kelangsungan hidup suatu bangsa.
Apabila tingkat kesejahteraan diperhatikan, konsentrasi guru dalam mengajar
akan lebih banyak tercurah untuk siswa.
Penataran
dan pelatihan mutlak diperlukan demi meningkatkan pengetahuan, wawasan dan
kompetensi guru. Kegiatan ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit, tetapi
hasilnya juga akan seimbang jika dilaksanakan secara baik. Jika kegiatan
penataran, pelatihan dan pembekalan tidak dilakukan, guru tidak akan mampu
mengembangkan diri, tidak kreatif dan cenderung apa adanya. Kecenderungan ini
ditambah dengan tidak adanya rangsangan dari pemerintah atau pejabat terkait
terhadap profesi guru. Rangsangan itu dapat berupa penghargaan terhadap
guru-guru yang berprestasi atau guru yang inovatif dalam proses belajar
mengajar.
Guru
harus diberi keleluasaan dalam menetapkan dengan tepat apa yang digagas,
dipikirkan, dipertimbangkan, direncanakan dan dilaksanakan dalam pengajaran
sehari-hari, karena di tangan gurulah keberhasilan belajar siswa ditentukan,
tidak oleh Bupati, Gubernur, Walikota, Pengawas, Kepala Sekolah bahkan Presiden
sekalipun.
Mutlak
dilakukan ketika awal menjadi guru adalah memahami tujuan umum pendidikan,
mamahami karakter siswa dengan berbagai perbedaan yang melatar belakanginya.
Sangatlah penting untuk memahami bahwa siswa balajar dalam berbagai cara yang
berbeda, beberapa siswa merespon pelajaran dalam bentuk logis, beberapa lagi
belajar dengan melalui pemecahan masalah (problem solving), beberapa senang
belajar sendiri daripada berkelompok.
Cara
belajar siswa yang berbeda-beda, memerlukan cara pendekatan pembelajaran yang
berbeda. Guru harus mempergunakan berbagai pendekatan agar anak tidak cepat
bosan. Kemampuan guru untuk melakukan berbagai pendekatan dalam belajar perlu
diasah dan ditingkatkan. Jangan cepat merasa puas setelah mengajar, tetapi
lihat hasil yang didapat setelah mengajar. Sudahkah sesuai dengan tujuan umum
pendidikan. Perlu juga dipelajari penjabaran dari kurikulum ang dipergunakan
agar yang diajarkan ketika di kelas tidak melencenga dari GBBP/kurikulum yang
sudah ditentukan.
Guru
juga perlu membekali diri dengan pengetahuan tentang psikologi pendidikan dalam
menghadapai siswa yang berneka ragam. Karena tugas guru tidak hanya sebagai
pengajar, tetapi sekaligus sebagai pendidik yang akan membentuk jiwa dan
kepribadian siswa. Maju dan mundur sebuah bangsa tergantung pada keberhasilan
guru dalam mendidik siswanya.
Pemerintah
juga harus senantiasa memperhatikan tingkat kesejahteraan guru, karena mutlak
diperlukan kondisi yang sejahtera agar dapat bekerja secara baik dan
meningkatkan profesionalisme. Makin kuatnya tuntutan akan profesionalisme guru
bukan hanya berlangsung di Indonesia, melainkan di negara-negara maju. Seperti
Amerika Serikat, isu tentang profesionalisme guru ramai dibicarakan pada
pertengahan tyahun 1980-an. Jurnal terkemuka manajemen pendidikan, Educational
Leadership edisi Maret 1933 menurunkan laporan mengenai tuntutan guru
professional.
Menurut
Jurnal tersebut, untuk menjadi professional, seorang guru dituntut memiliki
lima hal, yakni: 1) Guru mempunyai komitmen pada siswa dan proses
belajarnya. Ini berarti bahwa komitmen tertinggi guru adalah kepada kepentingan
siswanya. 2) Guru menguasai secara mendalam bahan/mata pelajaran yang
diajarkan serta cara mengajarkannya kepada siswa. Bagi guru, hal ini meryupakan
dua hal yang tidak dapat dipisahkan. 3) Guru bertanggung jawab
memantau hasil belajar siswa melalui berbagai teknik evaluasi, mulai cara
pengamatan dalam perilaku siswa sampau tes hasil belajar. 4) Guru
mampu berpikir sistematis tentang apa yang dilakukannya, dan belajar dari
pengalamannya. Artinya, harus selalu ada waktu untuk guru guna mengadakan
refleksi dan koreksi terhadap apa yang telah dilakukannya. Untuk bisa belajar
dari pengalaman, ia harus tahu mana yang benar dan salah, serta baik dan buruk
dampaknya pada proses belajar siswa. 5) Guru seyogianya merupakan bagian dari masyarakat belajar
dalam lingkungan profesinya, misalnya PGRI dan organisasi profesi lainnya.
E. Supervisi Sebagai
Tindakan Peningkatan Keprofesionalan Guru
Pentingnya peningkatan kemampuan profesional guru
sekolah dasar dapat ditinjau dari beberapa sudut pandang. Pertama, ditinjau
dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Seiring dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat, berbagai metode dan media
baru dalam pembelajaran telah berhasil dikembangkan. Demikian halnya dengan
pengembangan materi dalam rangka pencapaian target kurikulum harus seiring
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Semua itu harus dikuasai
oleh guru dan kepala sekolah, sehingga dapat mengembangkan pembelajaran yang
dapat membawa anak didik menjadi lulusan yang berkualitas tinggi.
Dalam rangka itu, peningkatan kemempuan profesional
guru sekolah dasar perlu ditingkatkan secara kontinya seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pendidikan. Selanjutnya ditinjau
dari kepuasan dan moral kerja. Sebenarnya peningkatan kemampuan merupakan hak
setiap guru. Jadi seorang guru berhak mendapatkan sebuah pembinaan, studi
banding, tugas belajar dan dalam bentuk lain.hak-hak seperti itu merupakan
sebuah langkah untuk dapat dikatakn sebagai guru yang profesional. Tetapi
hak-hak tersebut juga tidak akan berhasil jika si guru tidak mampu dan tidak
terampil dalam melaksanakan tugas-tugasnya serta harus memiliki semangat kerja
yang tinggi dan disiplin.
Lalu ditinjau dari keselamatan kerja. Banyak aktivitas
pembelajaran di sekolah dasar yang bilamana tidak dirancang dan dilakukan
secara hati-hati oleh guru mengandung resiko yang tidak kecil. Aktivitas
pembelajaran yang mengandung resiko tersebut banyak ditemukan pada mata
pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam, khususnya pada pokok-pokok bahasan yang dalam
proses pembelajarannya menuntut keaktifan siswa dan atau guru menggunakan
bahan-bahan kimia. Bilamana pembelajarannya tidak dirancang dan dilaksanakan
secara professional, tidak menutup kemungkinan terjadi adanya
kecelakaan-kecelakaan tertentu, seperti peledakan bahan kimia, tersentuh
jaringan listrik dan sebagainya. Dalam rangka mengurangi terjadinya berbagai
kecelakaan atau menjamin keselamatan kerja, pembinaan terhadap guru perlu
dilakukan secara kontinu. Di sinilah pentingnya peningkatan kemampuan
professional guru di sekolah dasar dalam rangka keselamatan kerja mereka.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh kepala
sekolah dasar dalam rangka peningkatan kemampuan profesional guru yang
dipimpinnya, khususnya guru kelas, guru mata pelajaran Pendidikan Agama, guru
mata pelajaran Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, dan guru lainnya adalah
supervisi pendidikan yang dilakukan secara terus-menerus. Dilakukannya
supervisi dalam rangka peningkatan kemampuan profesional guru sesuai dengan
fungsi supervisi itu sendiri. Menurut Sergiovanni (1987), ada tiga fungsi
supervisi pendidikan di sekolah, yaitu fungsi pengembangan, fungsi motivasi,
dan fungsi kontrol.
Secara sederhana, supervisi pendidikan dapat
didefinisikan sebagai proses pemberian layanan bantuan profesional kepada guru
untuk meningkatkan kemampuannya dalam melaksanakan tugas-tugas pengelolaan
proses pembelajaran secara efektif dan efesien.
Dengan fungsi pengembangan berarti supervisi
pendidikan, apabila dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, dapat meningkatkan
keterampilan guru dalam mengelola proses pembelajaran. Dengan fungsi motivasi
berarti supervisi pendidikan, apabila dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, dapat
menumbuh kembangkan motivasi kerja guru. Dengan fungsi kontrol berarti
supervisi pendidikan, apabila dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, memungkinkan
supervisor (kepala sekolah) melaksanakan kontrol terhadap pelaksanaan
tugas-tugas guru.
Supervisi merupakan suatu kegiatan atau aktivitas
membantu guru mengikatkan kemampuan dalam melaksanakan tugas-tugasnya,
khususnya dalam mengelola proses belajar mengajar. Konsep ini sekaligus
menunjukan bahwa pemeran utama dalam meningkatkann kemampuan guru bukan kepala
sekolahnya, melainkan guru sendiri, sedangkan kepala sekolahnya, sebagai
pembantu. Walaupun demikian seandainya ada guru yang tidak memiliki kemauan
untuk mengembangkan dirinya, maka kepala sekolah harus mendorongnya agar
berkemauan keras dalam meningkatkan kemampuannya.
Tujuan akhir supervisi pendidikan adalah guru semakin
mampu mengelola proses pembelajaran secara efektif dan efisien. Proses
pembelajaran dapat dikatakan efektif apabila mencapai tujuan instruksional
khusus. Proses pembelajaran dikatakan efisien apabila menggunakan sarana dan
prasarana atau sumber daya yang efisien.
F. Persepsi
Guru Tentang Supervisi Yang Dilakukan
Kepala sekolah sebagai pimpinan sekolah memiliki
kewajiban membina kemampuan para guru. Dengan kata lain kepala sekolah
hendaknya dapat melaksanakan supervisi secara efektif. Sementara ini
pelaksanaan supervisi di sekolah seringkali masih bersifat umum. Aspek-aspek
yang menjadi perhatian kurang jelas, sehingga pemberian umpan balik terlalu
umum dan kurang mengarah ke aspek yang dibutuhkan guru. Sementara guru
sendiripun kadang kurang memahami manfaat supervisi. Hal ini disebabkan tidak
dilibatkannya guru dalam perencanaan pelaksanaan supervisi. Padahal proses
pelaksanaan supervisi yang melibatkan guru sejak tahap perencanaan memungkinkan
guru mengetahui manfaat supervisi bagi dirinya.
Supervisi merupakan pendekatan yang melibatkan guru
sejak tahap perencanaan. Supervisi merupakan jawaban yang tepat untuk mengatasi
kekurangtepatan permasalahan yang berhubungan dengan guru pada umumnya. Kepala
sekolah diharapkan memahami dan mampu melaksanakan supervisi karena
keterlibatan guru sangat besar mulai dari tahap perencanaan sampai dengan
analisis keberhasilannya.
Persepsi guru terhadap supervisi cenderung negatif
yang mengasumsikan bahwa supervisi merupakan model pengawasan terhadap guru
dengan menekan kebebasan guru untuk menyampaikan pendapat. Hal ini dapat
dipengaruhi sikap supervisor seperti bersikap otoriter, hanya mencari kesalahan
guru, dan menganggap lebih dari guru karena jabatannya. Guru pada dasarnya tidak membenci supervisi, tetapi tidak suka terhadap
gaya supervisor. Kasus guru senior cenderung menganggap supervisi merupakan
kegiatan yang tidak perlu karena menganggap bahwa telah memiliki kemampuan dan
pengalaman yang lebih. Self evaluation
merupakan salah satu kunci pelayanan supervisi karena dengan self evaluation supervisor dan guru
dapat mengetahui kelebihan dan kelemahan masing-masing sehingga dimungkinkan
akan memperbaiki kekurangan dan meningkatkan kelebihan tersebut secara kontinu.
Supervisi dengan model lama (inspeksi) dapat
menyebabkan guru merasa takut, tidak bebas dalam melaksanakan tugas, dan merasa
terancam keamanannya bila bertemu dengan supervisor, tidak memberikan dorongan
bagi kemajuan guru. Oleh karena itu, semua kegiatan pembaharuan pendidikan,
termasuk pembaharuan kurikulumnya, yang dilakukan dengan pengerahan waktu,
biaya, dan tenaga bisa menjadi sia-sia. Fungsi utama supervisi ialah perbaikan
dan peningkatan kualitas pembelajaran serta pembinaan pembelajaran sehingga
terus dilakukan perbaikan pembelajaran.
Masa depan supervisi diarahkan kepada kondisi
kepekaan, kepedulian, dan penghargaan kepada guru dalam mengembangkan kondisi
pembelajaran. Sehingga pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru terus bergerak
kontinu, mencapai keefektifan pembelajaran yang tak ada titik kulminasi di
dalamnya. Di sini supervisor dituntut untuk terus meningkatkan keahliannya.
Perpaduan dari berbagai pendekatan supervisi oleh supervisor dapat meningkatkan
nilai lebih dan bermakna dari pelaksanaan supervisi dan membantu guru dalam
meningkatkan kualitas pengajaran. Jika supervisi dilaksanakan dengan sepenuh
hati, riang gembira, tak ada unsur paksaan, atau pengawasan, maka lambat laun
guru akan merasakan bahwa supervisi ialah kawannya dalam meningkatkan
profesionalisme. Guru merasa nyaman dengan supervisi
G. Konsep Mutu Pendidikan
Proses
pendidikan yang bermutu ditentukan oleh berbagai unsur dinamis yang akan ada di
dalam sekolah itu dan lingkungannya sebagai suatu kesatuan sistem. Menurut
Townsend dan Butterworth dalam bukunya Your Child’s Scholl, ada sepuluh faktor
penentu terwujudnya proses pendidikan yang bermutu, yakni:
1)
keefektifan kepemimpinan kepala sekolah
2)
partisipasi dan rasa tanggung jawab guru dan staf,
3)
proses belajar-mengajar yang efektif,
4)
pengembangan staf yang terpogram,
5)
kurikulum yang relevan,
6)
memiliki visi dan misi yang jelas,
7)
iklim sekolah yang kondusif,
8)
penilaian diri terhadap kekuatan dan kelemahan,
9)
komunikasi efektif baik internal maupun eksternal, dan
10)
keterlibatan orang tua dan masyarakat secara instrinsik.
Dalam
konsep yang lebih luas, mutu pendidikan mempunyai makna sebagai suatu kadar
proses dan hasil pendidikan secara keseluruhan yang ditetapkan sesuai dengan pendekatan
dan kriteria tertentu.
Dalam
konteks pendidikan, pengertian mutu mencakup input, proses, dan output
pendidikan. Input pendidikan adalah segala
sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses.
Proses pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain dengan
mengintegrasikan input sekolah sehingga mampu menciptakan situasi pembelajaran yang
menyenangkan (enjoyable learning), mampu mendorong motivasi dan minat belajar,
dan benar-benar mampu memberdayakan peserta didik. Output pendidikan adalah
merupakan kinerja sekolah yang dapat diukur dari kualitasnya, efektivitasnya,
produktivitasnya, efisiensinya, inovasinya, dan moral kerjanya.
Berdasarkan
konsep mutu pendidikan maka dpaat dipahami bahwa pembangunan pendidikan bukan
hanya terfokus pada penyediaan faktor input pendidikan tetapi juga harus lebih
memperhatikan faktor proses pendidikan..Input pendidikan merupakan hal yang
mutlak harus ada dalam batas-batas tertentu tetapi tidak
menjadi jaminan dapat secara otomatis meningkatkan mutu pendidikan (school
resources are necessary but not sufficient condition to improve student
achievement).
Selama
tahun 2002 dunia pendidikan ditandai dengan berbagai perubahan yang datang
bertubi-tubi, serempak, dan dengan frekuensi yang sangat tinggi. Belum tuntas
sosialisasi perubahan yang satu, datang perubahan yang lain. Beberapa inovasi
yang mendominasi panggung pendidikan selama tahun 2002 antara lain adalah
Pendidikan Berbasis Luas (PBL/BBE) dengan life skills-nya, Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK/CBC), Manajemen Berbasis Sekolah (MBS/SBM), Ujian Akhir
Nasional (UAN) pengganti EBTANAS, pembentukan dewan sekolah dan dewan
pendidikan kabupaten/kota. Setiap pembaruan tersebut memiliki kisah dan
problematiknya sendiri.
Fenomena
yang menarik adalah perubahan itu umumnya memiliki sifat yang sama, yakni
menggunakan kata berbasis (based). Bila diamati lebih jauh, perubahan yang
“berbasis” itu umumnya dari atas ke bawah: dari pusat ke daerah, dari
pengelolaan di tingkat atas menuju sekolah, dari pemerintah ke masyarakat, dari
sesuatu yang sifatnya nasional menuju yang lokal. Istilah-istilah lain yang
populer dan memiliki nuansa yang sama dengan “berbasis” adalah pemberdayaan
(empowerment), akar rumput (grass-root), dari bawah ke atas (bottom up), dan
sejenisnya. Apa itu artinya?
Simak
saja label-label perubahan yang dewasa ini berseliweran dalam dunia pendidikan
nasional (kadang-kadang dipahami secara beragam): manajemen berbasis sekolah
(school based management), peningkatan mutu berbasis sekolah (school based
quality improvement), kurikulum berbasis kompetensi (competence based
curriculum), pengajaran/pelatihan berbasis kompetensi (competence based
teaching/training), pendidikan berbasis luas (broad based education),
pendidikan berbasis masyarakat (community based education), evaluasi berbasis
kelas (classroom based evaluation), evaluasi berbasis siswa (student based evaluation)
dikenal juga dengan evaluasi portofolio, manajemen pendidikan berbasis lokal
(local based educational management), pembiayaan pendidikan berbasis masyarakat
(community based educational financing), belajar berbasis internet (internet
based learning), kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) dan entah apa lagi.
Fullan
& Stiegerbauer dalam “The New Meaning of Educational Change” mencatat bahwa
setiap tahun guru berurusan dengan sekitar 200.000 jenis urusan dengan
karakteristik yang berbeda dan itu merupakan sumber stres bagi mereka. Mungkin
tak aneh bila dilaporkan banyak guru mengalami stres dan jenuh.
Supriadi
mengatakan: “orang yang mendalami teori difusi inovasi akan segera tahu bahwa
setiap perubahan atau inovasi dalam bidang apa pun, termasuk dalam pendidikan,
memerlukan tahap-tahap yang dirancang dengan benar sejak ide dikembangkan
hingga dilaksanakan”. Sejak awal, berbagai kondisi perlu diperhitungkan, mulai
substansi inovasi itu sendiri sampai kondisi-kondisi lokal tempat inovasi itu akan
diimplementasikan. Intinya, suatu perubahan yang mendasar, melibatkan banyak
pihak, dan dengan skala yang luas akan selalu memerlukan waktu. Suatu inovasi
mestinya jelas kriterianya, terukur dan realistik dalam sasarannya, dan
dirasakan manfaatnya oleh pihak yang melaksanakannya.
Langkah
percepatan dapat saja dilakukan, tetapi dengan risiko kegagalan yang besar
akibat inovasi itu kurang dihayati secara penuh oleh pelaksananya. Kami menilai
bahwa banyak inovasi pendidikan yang diluncurkan di Indonesia dewasa ini yang
melanggar prinsip-prinsip tersebut, di samping secara konseptual “cacat sejak
lahir”, serba tergesa-gesa, serba instan, targetnya tidak realistik, didasari
asumsi yang linier seakan-akan suatu inovasi akan bergulir mulus begitu
diluncurkan, dan secara implisit dimuati obsesi demi menanamkan “aset politik”
di masa depan.