Pages

Sabtu, 13 Februari 2016

KEBIJAKAN PEMBINAAN SUKU TERTINGGAL “NUAULU” DI NEGERI SEPA KECAMATAN AMAHAI KABUPATEN MALUKU TENGAH



PENDAHULUAN


A.  Latar  Belakang

            Data  statistik  tahun  2005  menunjukkan  bahwa  65%  penduduk  indonesia  tinggal  di  wilayah  pedesaan,  dimana  35%-nya  masih  hidup  di  wilayah  terpencil.  Dari angka  tersebut  dapat  diperkirakan  bahwa  keberadaan  masyarakat  di  wilayah  terpencil  akan memberikan  kontribusi (share) yang  signifikan  bagi  pembangunan  wilayah  dalam  skop  yang  lebih  luas.
Keberadaan  masyarakat  di  wilayah  terpencil  atau  yang  sekarang  lazim  disebut  dengan  istilah  Komunitas  Adat  Terpencil  (KAT)  tersebut  pada  umumnya  berada  pada  kondisi  miskin  dan  tidak  sejahtera,  serta  jauh  dari  sentuhan  pembangunan  dan  modernisasi.  Hal  tersebut  disebabkan  karena  lemahnya  sistem  kebijakan  pemerintah  dalam  hal  pemerataan  pembangunan.
Menurut  Hamid (2010)  komunitas  adat,  merupakan  sebuah  realitas  sosial  yang  terkait  dengan  proses  asal-usul  dan  munculnya  suatu  komunitas  bangsa.  Komunitas  ini  berasal  dari  sejumlah  individu  yang  berdiam  di  suatu  tempat  tertentu  dengan  sistem  nilai  (value system)  tertentu  pula  yang  mengatur  pola-pola  interaksi  antar  individu  anggota  komunitas,  sedang  interaksi  dengan  individu  diluar  komunitas  cenderung  tidak  diatur  dalam  sistem  nilai  yang  dianut.
 Eksistensi  komunitass  adat,  termasuk  komunitas  adat  terpecil  selama  ini  cenderung  dianggap  sebagai  bagian  pelengkap  dari  masyarakat  pada  umumnya.  Fungsinya  lebih  cenderung  dijadikan  sebagai  kawasan  khusus  yang  diperuntuhkan  bagi  keperluan  wisata  dan  untuk  penelitian-penelitian  sosioantropologis.  Keunikan  dan  keeksotisan  adat  istiadatnya  hanya  dieksploitasi  untuk  semata  tujuan-tujuan  ekonomis  seraya  melupakan  pemenuhan  hak-haknya  sebagai  komunitas  yang  harus  dilindungi  dari  pengaruh  budaya  dari  luar (mainstream culture).
Sebagai  sebuah  komunitas, orang-orang  yang  menjadi  anggota  komunitas  tersebut  secara  individu  memiliki  hak  dan  kewajiaban  sebagaimana  warga  negara  lainnya.  Hak  untuk  hidup,  hak  mendapatkan  pendidikan,  hak  untuk  hidup  sejahtera,   hak  untuk  bebas  dari  rasa  takut  dan  hak  untuk  mengembangkan  budayanya  adalah  beberapa  hak-hak  yang  bersifat  azasi  yang  mutlak  diberikan  kepadanya.  Keberadaannya  yang  terisolasi  dengan  masyarakat  pada  umumnya  bukanlah  halangan  untuk  adanya  persamaan  hak  dan  kewajiban.
 Komunitas  adat  yang  banyak  dikaji  dan  dijumpai  hampir  merata  pada  kelima  pulau  besar  di  Indonesia.  Beberapa  komunitas  adat  yang  sempat  disebut  disini  antara  lain  :  Suku  Badui  di  pulau  Jawa,  suku  Anak  Dalam  di  pulau  Sumatera,  di  pulau  Kalimantan  ada  suku  Asmat  di  pulau  Irian,  dan  di  Sulawesi  ada  komunitas  Kajang.
Data  yang  tersedia  di  Direktorat  Jenderal  Pemberdayaan  Sosial  Departemen  Sosial RI  menunjukan  bahwa  populasi  komunitas  adat  terpencil  pada  tahun  2005  tercatat  sebanyak  267.550  KK  atau  berkisar  1,1  juta  jiwa.  Populasi  komunitas  adat  terpencil  ini  tersebar  di  27  provinsi,  211  kabupaten,  807  kecamatan,  dan  2.328  desa.  Melalui  berbagai  upaya,  jumlah  komunitas  adat  terpencil  yang  telah  berhasil  diberdayakan  hingga  tahun  2004  berjumlah  61.188  KK  atau  sekitar  23  persen,  sedangkan  sisanya  (206.362  KK atau  77  persen)  masih  dalam  proses  atau  belum  mendapatkan  kesempatan  pemberdayaan.
Fakta  ini  memberikan  gambaran  bahwa  proporsi  komunitas  adat  terpencil  yang  belum  ditangani  masih  relatif  besar,  sehingga  berbagai  upaya  masih  perlu  terus  dilakukan.  Terlepas  dari  itu,  komunitas  adat  terpencil  menjalani  kehidupan  dalam  kekhasan  secara  sosial,  ekonomi,  dan  budaya,  sehingga  mudah  dibedakan  dengan  masyarakat  yang  relatif  lebih  maju.  Karakteristik  umum  yang  melekat  pada  mereka  seperti  yang  tesaji  dalam  tebel  1:
             Tabel 1. Karakteristik  Umum  Komunitas  Adat  Terpencil
No
Karakteristik  Umum  Komunitas  Adat  Terpencil
1.
Peralatan  teknologinya  sederhana
2.
Bentuk  komunitas  yang  kecil,  tertutup  dan  homogen
3.
Terbatasnya  akses  pelayanan  sosial,  ekonomi,  dan  politik
4.
Pranata   sosial  yang  bertumpu  pada  hubungan  kekerabatan
5.
Pada  umumnya  masih  hidup  dengan  sistem  ekonomi  subsisten
6.
Pada  umumnya  sangat  terpencil  secara  geografis  dan  suit  dijangkau
7.
Ketergantungan  pada  lingkungan  hidup  dan  sumber  daya  alam  setempat  relatif  tinggi
Sumber  data,  Almisar  Hamid,  2010
Karena  itu,  menurut  Pasetijo  (2010)  dalam  kebijakan  pemerintah  di  tahun  1999/2000,  masyarakat  adat  masih  disebut  sebagai  “masyarakat  terasing”  yang  membawa  masalah  sosial.  Namun  titik  pandang  melihat  masalah  sosialnya  yang  berbeda.  Mereka  dianggap  sebagai  lapisan  masyarakat  paling  bawah  dalam  strata  perkembangan  Indonesia.  Yang  mempunyai  masalah  sosial  dengan  berbagai  ketertinggalan  dalam  pencapaian  pemenuhan  kebutuhan  dasar  hidupnya  layaknya  manusia.
Dengan  keadaan  ketertinggalan  itu  mereka  sulit  untuk  mencapai  standar  hidup  manusia  normal.  Masalah  sosial  masyarakat  terasing  ini,  juga  dilihat  dalam  koridor  pemerataan  hasil-hasil  pembangunan  dan  azas  keadilan  untuk  mewujudkan  kesejateraan  bersama.  Jadi  memang  point  of  viuw-nya  berbeda  dengan  masa  Orde  Baru  sebelumnya.  Masalah  sosial  bukan  lagi  disandarkan  pada  wujud  stabil/tidaknya  struktur  sosial  masyarakat  tetapi  kepada  pemenuhan  standar  hidup  dan  keadilan  sosial.
Untuk  memantapkannya/menstabilkannya  maka  pemerintah  membuat  program-program  pembangunan  untuk  mereka.  Agar  kehidupan  mereka  stabil/mantap,  kehidupan  mereka  disesuaikan  dengan  norma-norma  standart  yang  berlaku  dalam  masyarakat  Indonesia.  Seperti  memeluk  agama  resmi  yang  diakui  oleh  pemerintah,  hidup  di  desa  dan  lain  sebagainya.
Fenomena  serupa  juga  terdapat  di  Provinsi  Maluku,  dimana  di  daerah  ini  masih  terdapat  masyarakat  suku  terasing/komunitas  adat  terpencil.  Dimana  kurang  lebih  terdapat  empat  (4)  komunitas  adat  terpencil,  yang  tersebar  dari  Pulau  Seram  Bagian  Timur,  Selatan,  Seram  Utara  sampai  dengan  Pulau  Buru  bagian  Utara  dan  Pulau  Buru  bagian  selatan.  Tentang  empat  (4)  komunitas  adat  di  Provinsi  Maluku,  tersaji  pada  tabel:



 Tabel  2.  Masyarakat  Tertinggal  di  Provinsi  Maluku
No.
Nama  Masyarakat  Terasing
Tempat  Domesili
1.
Suku  Noaulu
Seram  Selatan  (Maluku  Tengah)
2.
Suku  Hoaulu
Seram  Utara  (Maluku  Tengah)
3.
Suku  Batik
Seram  Timur  (Seram  Timur)
4.
Suku  Bupolo
Buru  (Buru,  Buru  Selatan)
      Sumber  data, Dinas  Sosial  Provinsi Maluku, 2011
Pada  umumnya  kondisi  masyarakat  suku  terasing  yang  berada  di  Provinsi  Maluku,  tidak  berbeda  jauh  dengan  suku-suku  terasing  yang  berada  di  Provinsi  lainnya  di  tanah  air,  dimana  memprihatinkan.  Hal  ini  dikarenakan  pemenuhan  sosial  mereka  yang  mencakup  hak-hak  dasar  belum  terlaksana  secara  baik.  Faktor  ini,  tentu  berdampak  terhadap  kualitas  hidup  mereka.  Khusus  di  Kabupaten  Maluku  Tengah,  yang  merupakan  tempat  berdomesili  masyarakat  terasing  “Suku  Noaulu”  hidup  dalam  kondisi  yang  memprihatinkan.
Dimana  separu  dari  mereka  telah  puluhan  tahun  menetap  dikawasan  pesisir,  dan  separunya  lagi  masih  mengembara  di  hutan-hutan  di  kawasan  Pulau  Seram.  Kondisi  mereka  cukup  memprihatinkan,  dimana  masih  terbalut   dengan  masalah-masalah  sosial,  seperti  :  masih  tingginya  angka  buta  huruf,  lingkungan  perumahan  yang  tidak  layak  huni,  kondisi  kesehatan  yang  tidak  terlampau  baik,  tidak  memiliki  sandang  yang  memadai,  dan  masih  tergantung  dari  perekonomian  tradisional.  Tentang  kondisi  sosial  mayarakat  terasing  Suku  Noaulu  pada  Desa  Bunara  Kecamatan  Amahai  Kabupaten  Maluku  Tengah  tersaji  pada  tabel  3.
Tabel  3.  Kondisi  Sosial  Masyarakat Terasing  Suku  Noaulu  Pada
Negeri  Sepa  Kecamatan  Amahai  Kabupaten  Maluku  Tengah

No.
Kondisi  Sosial  Suku  Noaulu
1.
Tingginya  angka  buta  aksara
2.
Tidak  memiliki  sandang  yang  memadai
3.
Kondisi  kesehatan  yang  tidak  telampau  baik
4.
Lingkungan  perumahan  yang  tidak  layak  huni
5.
Masih  tergantung  dari  perekonomian  tradisional
     Sumber  data,  hasil  analisis  peneliti,  2013
Berbagai  masalah  sosial-masalah  tersebut,  mengindikasikan  berbagai  kebijakan  dari  program  perberdayaan  masyarakat  tertinggal  “Suku  Noaulu”  oleh  Pemerintah  Kabupaten  Maluku  Tengah  yang  dilaksanakan  langsung  oleh  Dinas  Sosial  Kabupaten  Maluku  Tengah  selama  ini  belum  terlaksanakan  dengan  baik.  Atas  dasar  argumentasi  tersebut,  hal  ini  menarik  untuk  dijadikan  riset: “Kebijakan Pembinaan Suku Tertinggal “Nuaulu” di Negeri Sepa Kecamatan Amahai Kabupaten Maluku Tengah
B.  Permasalah
Bertolak  dari  uraian  narasi  dari  latar  belakang  penulisan  diatas,  maka  permasalahan  pokok  yang  dapat  dirumuskan  guna  dibahas  dalam  kajian  ini  adalah:  Bagaimana  Kebijakan  Pemerintah  Daerah  Kabupaten  Maluku  Tengah  dalam  program  pembinaan masyarakat  tertinggal  Suku  Noaulu  di  Dusun  Bunara  Kecamatan  Amahai ?




C.  Tujuan  dan  Kegunaan  Penelitian
Adapun  tujuan  dari  penelitian  ini  adalah :
1.         Untuk  mengetahui  sejauh  mana  kebijakan  Pemerintah  Daerah  Kabupaten  Maluku  Tengah  dalam  program  pembinaan  masyarakat  tertinggal  Suku  Noaulu  di  Kecamatan  Amahai
2.         Sebagai  bahan  acuan  dan  sumbangan  pemikiran  kepada  masyarakat  didalam  mengkaji  kebijakan  Pemerintah  Daerah  Kabupaten  Maluku  Tengah  dalam  program  pembinaan  masyarakat  tertinggal  Suku  Noaulu  di  Dusun  Bunara  Kecamatan  Amahai
3.         Sebagai  bahan  informasi  untuk  dijadikan  rujukan  dalam  penelitian  selanjutnya
4.         Sebagai  salah  satu  persyaratan  dalam  menyelesaikan  Studi  di  Program  Studi  Ilmu  Pemerintahan  Universitas  Darussalam  demi  memperoleh  gelar  Sarjana.







BAB  II
URAIAN  TEORITIS

            Setelah  pada  bab  I  di paparkan  tentang  pendahuluan  yang  berisikan :  latar  belakang,  tujuan  penulisan,  landasan  teori,  devenisi  operasional  dan  metodologi  penelitian  dan  analisis  data,  maka  pada  Bab  II  ini  diuraikan  teori  menyangkut  : (a)  kebijakan, (b)  pembinaan,  dan  (c)  suku  tertinggal.
Untuk  mengawali  suatu  riset  penelitian  keberadaan  teori  sangat  diperlukan.  Pasalnya  merupakan  landasan  umum  bagi  suatu  penyelidikan.  Dimana,  teori  mempunyai  peranan  yang  vital  skaligus  strategis  guna  menentukan  hubungan  antara  fenomena  sosial  yang  akan  diteliti.  Menurut  Creswell  (1993)  teori  adalah  serangkaian  bagian  atau  variabel,  defenisi,  dan  dalil  yang  saling  berhubungan  yang  menghadirkan  sebuah  pandangan  sistematis  mengenai  fenomena  dengan  menentukan  hubungan  antar  variabel,  dengan  maksud  menjelaskan  fenomena  alamiah.  Untuk  memberikan  pemahaman  tentang  permasalahan  yang  diteliti,  maka  teori  yang  akan  diteliti,  maka  teori  yang  akan  digunakan  dalam  penelitian  ini  yakni : teori  kebijakan,  pembinaan  dan  suku  tertingal.

a).  Kebijakan
            Dye  (2010)  menyebutkan  kebijakan  sebagai  pilihan  pemerintah  untuk  melakukan  atau  tidak  melakukan  sesuatu (whatever  government  chooses  to  do  or  not  to  do).  Sedangkan  menurut  Heglo  (2010)  kebijakan  sebagai  “a  couruse  of  action  intended  to  accomplish  some  end,”  atau  sebagai  suatu  tindakan  yang  bermaksud  untuk  mencapai  tujuan  tertentu.16
Senada  dengan  itu,  friedrich  (1997)  mendefenisikan  kebijakan  sebagai  tindakan  yang  diusulkan  seseorang,  kelompok,  atau  pemerintah  dalam suatu  lingkungan  tertentu  dengan  menunjukan  kesulitan-kesulitan  dan  kemungkinan-kemungkinan  usulan  kebijaksanaan  tersebut  dalam  rangka  mencapai  tujuan  tertentu.
Selanjutnya  Laswel  dan  Kaplan  (1997)  mendefenisikan  kebijakan  sebagai  suatu  program  pencapaian  tujuan,  nilai-nilai  dan  tindakan-tindakan  yang  terarah.  Sementara  itu  Rae  dan  Wilde  (1997)  mendefenisikan  kebijakan  sebagai  tindakan  yang  dipilih  yang  mempunyai  arti  penting  dalam  memepengaruhi  sejumlah  besar  orang.
Berdasarkan  rumusan  teori  yang  dipaparkan  oleh  para  ahli  tersebut,  dapat  dikatakan  bahwa,  kebijakan  merupakan  tindakan  yang  diusulkan  individu,  lembaga  dalam  rangka  memecahkan  suatu  masalah  sekaligus  mencapai  tujuan  tertentu  dari  individu  atau  kelompok.
Terkait  dengan  itu,  Silalahi  (1989)  mengemukakan  bahwa  terdapat  semacam  karakteristik  dari  pembuatan  kebijakan :
1.         Adanya  kenyataan  bahwa  kewenangan  dalam  lembaga  eksekutif  mempunyai  struktur  kirarki.
2.         Adanya  pengaru  yang  kuat  serta  profesional  yang  berbeda  dengan  kriteria  dalam  pembuatan  kebijakan.
3.      Adanya  kegiatan  bahwa  proses  kebijakan  atau  kebijaksanaan  dalam  birokrasi  kurang  memperhatikan  masyarakat  (adanya  rahasia).
            Dari  ketiga  macam  karakteristik  pembuatan  kebijakan  tersebut,  kemudian  Salisbury  dan  Heins  (1989)  membagi  kebijakan  atas  empat  golongan  yaitu :
1.          Corak  kebijakan  membagi  (distributive)
2.          Membagi kembali  (redistributive)
3.          Mengatur (regulatory)  dan
4.          Mengatur  sendiri  (self regulatory)
            Oleh  karena  itu,  jika  kita memicau  pada  empat golongan  kebijakan yang disebutkan  tersebut,  maka  kebijakan  Pemerintah  Daerah  Kabupaten  Maluku  Tengah  Dalam  Program  Pembinaan  Masyarakat  tertinggal  Suku  Noaulu  di  Dusun  Bunara  Kecamatan  Amahai  termasuk  dalam  corak  kebijakan  mengatur  (regulatory)  hasil  kepada  suatu  kelompok.  Caiden  (2001)  mengemukakan  bahwa  ruang  lingkup  studi  pemerintahan  meliputi :
1.              Adanya  partisipasi  masyarakat
2.              Adanya  kerangka  kerja  kebijakan
3.              Adanya  strategi-strategi  kebijakan
4.              Adanya  kejelasan  tentang  kepentingan  masyarakat
5.             Adanya  kelembagaan  lebih  lanjut  dari  kemampuan  kebijakan  pemerintah
6.              Adanya  isi  kebijakan  evaluasi.
Proses  kebijakan  yang  secara  pokok  menetapkan  garis-garis  umum  dalam  rangka  memecahkan  persoalan-persoalan  masyarakat  tidak  bisa  dilepaskan  dari  lembaga-lembaga  pemerintah  jika  polcy  ditetapkan  oleh  pemerintah,  maka  persoalan  yang  kemudian  timbul  ialah  bagaimana  polcy  itu  dilaksanakan.
            Menurut  Thompson  (2010)  hal  yang  paling  kritis  dalam  kebijakan  pemerintah  adalah  usaha  untuk  melaksanakan  kebijakan.  Maksudnya  jika  suatu  kebijakan  pemerintah  telah  diputuskan,  kebijakan  tersebut  tidak  berhasil  dan  terwujud  kalau  tidak  dilaksanakan.  Usaha  untuk  melaksanakan  kebijakan  ini  membutuhkan  keahlian  dan  ketrampilan  menguasai  persoalan  yang  dikerjakan.  Itulah  sebabnya  kedudukan  birokrasi  dalam  hal  ini  mempunyai  posisi  yang  strategis.
b). Pembinaan
Pembinaan  adalah  sebuah  konsep  populer  dalam  sistem  organisasi  birokrasi  di indonesia.  Sering  didengar  istilah  konsep  aparatur  negara,  pembinaan  Pegawai  Negeri  Sipil,  pembinaan  karier,  pembinaan  masyarakat  tertinggal,  pembinaan  remaja,  pembinaan  masyarakat  desa,  dan  sebagainya.  Konsep  ini  dianggap  penting  sebab  sangat  menentukan  kesinambungan  tujuan  pembangunan  nasional  dan  stabilitas  nasional.
Pembinaan  dalam  bahasa  asing  disebut  coacing.  Pembinaan  merupakan  hal  umum  yang  digunakan  untuk  mengingatkan  pengetahuan,  sikap,  kecakapan  dibidang  pendidikan,  ekonomi,  sosial,  kemasyarakatan  dan  lainnya.  Pembinaan  menekankan  pada  pendekatan  praktis,  pengembangan  sikap,  kemampuan  dan  kecakapan  sedangkan  pendidikan  lebih  pada  penekanan  teorotis.
Menurut  Poerwadarminta  (1987 : 182),  adalah  yang  dilakukan  secara  sadar,  terencana,  teratur  dan  terarah  untuk  meningkatkan  pengetahuan  sikap  dan  ketrampilan  subjek  dengan  tindakan  pengarahan  dan  pengawasan  untuk  mencapai  tujuan.  Sedangkan  menurut  Hardjana  (1998),  menyebutkan  pembinaan  adalah  suatu  proses  pembelajaran  dengan  melepaskan  hal-hal  yang  sudah  dimilikinya  yang  bertujuan  untuk  membantu  dan  mengembangkan  kecakapan  dan  pengatahuan  yang  sudah  ada  serta  mendapatkan kecakapan  dan  pengetahuan  untuk  mencapai  tujuan  hidup  dan  juga  kerja  yang  sudah  dijalani  secara  efektif  dan  efesien.
Berdasarkan  uraian  diatas,  dapat  dilihat  bahwasanya  pembinaan  terjadi  melalui  proses  pelepasan  hal-hal  yang  bersifat  menghambat  dan  mempelajari  pengetahuan  dengan  kecakapan  baru  yang  meningkatkan  taraf  hidup  dan  kerja  yang  lebih  baik.  Menurut  Widjaja  (1988)  pembinaan  adalah  suatu  peroses  atau  pengembangan  yang  mencakup  urutan-urutan  pengertian,  diawali  dengan  mendirikan,  menumbuhkan,  memelihara  pertumbuhan  tersebut  yang  disertai  usaha-usaha  perbaikan,  menyempurnakan  dan  mengembangkannya.
Senada  dengan pendapat  itu,  Rasyid  et.all  (2010)  mengatakan  bahwa  pembinaan  adalah  segala  usaha  dan  kegiatan  mengenai  perencanaan,  pengorganisasian,  pembiayaan,  koordinasi,  pelaksanaan  dan  pelaksanaan  suatu  pekerjaan  untuk  mencapai  tujuan  dengan  hasil  yang  maksimal.  Untuk  menghindari  biasa  kepentingan  individu  dengan  kepentingan  organisasi, maka  diperlukan  pembinaan  yang  bermuatan  suatu  tugas,  yakni  meningkatkan  disiplin  dan  motivasi.
Sedangkan  menurut  Riyanto  (2004)  pembinaan  adalah  usaha  kegiatan  yang  dilakukan  secara  berdaya  guna  dan  berhasil  guna  untuk  memperoleh  hasil  yang  lebih  baik.  Sementara  itu,  Vibiz  (2010).  Menyebutkan  pembinaan  adalah  seni  dan  praktek  inspirasi,  energi  dan  memfasilitasi  kinerja,  pembelajaran  dan  pengembangan.
Pada  sisi  lain  Koni  (1997)  menyebutkan  bahwa  pembinaan  berarti  uasah,  atau  tindakan  dan  kegiatan  yang  dilakukan  secara  berdaya  guna  dan  berhasil  guna  untuk  memperoleh  hasil  yang  lebih  baik.  Sedangkan  Tutorial  (2010)  menyebutkan,  pembinaan  berbedah  dari  konseling  (yang  ditujukan  untuk  orang-orang  yang  ingin  mengatasi  pengalaman  yang  menyakitkan  dari  masa  lalu),  seperti  yang  difokuskan  pada  visi  untuk  membangun  masa  depan  dan  bergerak  maju  kearah  itu.
Merujuk  pada  pendefenisian  diatas,  jika  diinterpretasikan  lebih  jauh,  maka  pembinaan  didasarkan atas  suatu  konsensus  yang  baku  dan  memiliki  sifat  berlaku  untuk  semua.  Pembinaan  merupakan  suatu  perangkat  sistem  yang  harus  dijalankan  secara  fungsional  untik  menjamin  bertahannya  sistem  tersebut  hingga  mencapai  tujuan  yang  diharapkan.  Defenisi  ini  berlaku  untuk  semua  konsep  pembinaan.
Jika  dipertemukan  dengan  ciri  masyarakat  Indonesia  yang  pluralistik,  maka  akan  melahirkan  suatu  persatuan  dan  kesatuan.  Konsekwensinya,  semua  perbedaan  hanya  sebuah  simbol  dan  tidak  diindahkan,  yang  riil  dan  menjadi  alasan  bagi  kesadaran  bangsa  adalah  kesatupaduan.  Pertanyaan  yang  harus  dibayar  disini  adalah,  apakah  pembinaan  dengan  cara  dan  pola  yang  sama  harus  dipaksakan  kepada  semua  unsur  masyarakat  tradisional  maupun  medern,  organisasi  nonformal,  yang  secara  geografis,  kebudayaan  dan  orientasi  nilainya  berbedah.
c). Suku  Tertinggal
Koentjaningrat  (1993),  mengemukakan bahwa  bangsa  Indonesia  memiliki  faktor  aneka  warna  bangsa  yang  merupakan  suatu  sifat  yang  sering  dibanggakan.  Ungkapan  yang  demikian  tidak  berlebihan,  sebab  bangsa  Indonesia  memiliki  aneka  ragam  budaya  dan  ratusan  suku  yang  tersebar  diribuan  pulau.  Setiap  suku  dikenal  dengan  ciri  khas  masing-masing,  kaya  dalam  tradisi  dan  keindahan  alamnya.
Suku  tertinggal  dalam  konteks  Indonesia  adalah  kelompok  etnis  minoritas  yang  lemah  dan  terisolasi  diwilayah  tertentu  karena,  ketergantungan  mereka  pada  habitat  alam  mereka  dan  sensitif  terhadap  perubahan  habitat  tersebut  dan  juga,  kebiasaan  sosial  budaya  mereka.  Kelompok  yang  lemah  dan  tidak  beruntung  secara  ekonomis  akan  mendapat  perhatian  khusus  dalam  proses  pengambilan  keputusan  forum  dan  dalam  strategis  pengurangan  kemiskinan  kabupaten,  namun  mereka  tidak  termasuk  sebagai  suku  terasing.
Menurut  Endah  (2010)  masyarakat  suku  tertinggal  atau  yang  sering  disebut  sebagai  masyarakat  primitif,  merupakan  kelompok  mesyarakat  berlevel  paling  rendah.  Secara  bahasa  primitif  (prima,  primair  atau  primus)  artinya  pertama,  satu  atau  asli.  Sedangkan  dalam  Panduan  Umum  Studi  Kelayakan  Persiapan  Perberdayaan  KAT  Tahun  2003,  Depsos  (1976)  menyabutkan  suku  tertinggal  adalah  sekelompok  masyarakat  dan  atau  suku-suku  tertentu  yang  dikategorikan  masih  tertinggal  secara  sosial  budaya  sehingga  belum  bisa  membaur  dengan  masyarakat  sekitarnya.
Sementara  itu,  menurut  Dit.BMT  Depsos  (1987)  suku  tertinggal  adalah  kelompok  masyarakat  yang  mendiami  suatu  lokasi  daerah  yang  terpencil,  terisolir,  maupun  mereka  yang  hidup  mengembara  dikawasan  laut,  yang  tingkat  kesejahteraan  sosial  mereka  masih  sangat  sederhana  dan  terbelakang  ditandai  dengan  sangat  sederhananya  sistem  sosial,  sistem  idiologi  serta  sistem  teknologi  mereka  belum  sepenuhnya  terjangkau  oleh  proses  pelayanan  pembangunan.
Pada  sisi  lain  menurut  Dit  BMT,  Depsos  (1992)  suku  tertinggal  adalah  kelompok  masyarakat  yang  mendiami  suatu  lokasi  tertentu,  baik  yang  orbitasinya  terpencil,  terpencar  dan  berpindah-pindah  maupun  yang  hidup  mengembara  dikawasan  laut,  yang  taraf  kesejahteraannya  masih  mengalami  ketertinggalan,  ditandai  oleh  adanya  kesenjangan  sistem  sosial,  sistem  idiologi  dan  sistem  teknologi  mereka  belum  atau  sedikit  sekali  terintegrasi  dalam  proses  pembangunan  nasional.
Sesuai  Kepmensos  No.  5/HUK/1994  tentang  Pembinaan  Kesejahteraan  Sosial  Masyarakat  Tertinggal  (1994)  adalah  keompok-kelompok  masyarakat  yang  bertempat  tinggal  atau  berkelana  di  tempat-tempat  yang  secara  geografis  terpencil,  terisolasi  dan  secara  sosial-budaya  tertinggal  dan  atau masih  terbelakang  dibandingkan  dengan  masyarakat  bangsa  Indonesia  pada  umumnya.  Masyarakat  yang  memiliki  ciri-cicri  tersebut  dinyatakan  tertinggal  secara  struktur.  Oleh  sebab  itu,  mereka  harus  dikeluarkan  dari  posisi  keterasingan  itu  melalui  pembinaan,  yakni  pembinaan  yang  seluru  proses  teknis  maupun  nonteknis  telah  baku  dan  berlaku  kepada  semua  jenis  masyarakat  tertinggal.
Terlepas  dari  itu,  adapun  ciri-ciri  dan  sifat-sifat  suku  terasing  menurut  Endah  (2010)  yakni :
1.          Isalement/terisoasi
2.          Hidup  menggantungkan  diri  dengan  alam
3.          Masyarakat  lebih  bersifat  konservatif
4.          Kurang  diferensiasi
Sedangkan  adapun sifat-sifat  primitif  menurut  Endah  (2010),  adalah  sebagai  berikut :
1.          Adanya  rasa  solidaritas  yang  besar
2.          Uniformitas  anggota  besar
3.          Hak  milik  perseorangan  tidak  nampak
4.          Nilai  benda  diniawi  mempunyai  arti  megis.



BAB  III
PROFIL LOKASI PENELITIAN


A.  Lokasi Penelitian
Penelitian  ini  dilaksanakan  di  Pulau  Seram  bagian  selatan,  Kabupaten  Maluku  Tengah.  Salah  satu  kecamatan  yang  berada  dalam  Kabupaten  Maluku  Tengah  adalah  Kecamatan  Amahai.  Penelitian  ini  dilakukan  pada  dua  negeri  yang  terdapat  pada  kecamatan  amahai,  Negeri  Sepa  dan  Negeri  Tamilouw.  Dalam  wilayah  kedua  negeri  tersebut,  bermukim  orang-orang  Nuaulu  dalam  kampung  tersendiri.  Lokasi  penelitian  tersebut  ditetapkan  atas  dasar  kajian  empiris  terhadap  masyarakat  Suku  Nuaulu,  terutama  ritual  inisiasi Pataheri  dan  Posuno  serta  studi  pembauran  antara  masyarakat  dengan  agama  kesukuan  orang  Nuaulu  dengan  masyarakat  beragama  islam,  Negeri  Sepa  dan  Negeri  Tamilouw.
  1. Asal-usul
Dalam  pemukiman  orang-orang  Nuaulu,  terdapat  suatu  tempat  yang  bernama  Werihulawano (weri artinya tali, hulawano artinya emas; jadi  werihulawano  berarti  tali  emas)  yang  terletak  dikepala  air  Nua.  Di  dalamnya  berdiam  suatu  kelompok  masyarakat  yang  disebut Hu’ulo (manusia gunung),  yang  bagi  orang  Sepa  disebut  Nuaulu.  Dalam  kehidupan  sehari-hari,  mereka  selalu  rukun  dan  damai,  namun  pada  suatu  ketika  terjadi  kesalahpahaman  di  antara  mereka,  yakni  tentang  tempat  tinggal  mereka  yang  baru.  Sebagian  masyarakat  menginginkan  untuk  mencari  lokasi  baru  di tepi  pantai,  sedangkan  yang  lainnya  masih  ingin  tetap  tinggal  di  kampung  lama.
Berdasarkan  kejadian  tersebut,  kemudian  lahir  kesepakatan  masyarakat  Maluku  dalam  kehidupan  mereka  yang  biasa  disebut  dengan  istilah “atas bawah”. Istilah “atas”  ditujukan  kepaada  masyarakat  Nuaulu  yang  masih  tinggal  di  kampung  lama (daerah pegunungan)  sedangkan  istilah “bawah” ditujukan  kepada  masyarakat  Nuaulu  yang  sudah  berpindah  kedaerah  pesisir  pantai.
Kehidupan  orang  Sepa  Tamilouw  yang  beragama  Islam  dan  orang  Nuaulu  yang  beragama  animisme  menempatkan  mereka  pada  monodualisme (dua agama yang berbeda, tetapi disatukan dalam budaya),  sehingga  dapat  melambangkan  budaya  yaitu “atas bawah”.
Adapun  kata  Nuaulu  berasal  dari  kata “nua” yang  berarti  Sungai Nua.  Sedangkan  kata “ulu” berarti “hulu”.  Dengan  demikian,  kata “Nuaulu” Hulu  Sungai  Nua.  Hal  ini  disebabkan  karena  pemukiman  mereka  berada  di  hulu  Sungai  Nua.  Nama  lain  untuk  menyebut  Suku  Nuaulu  ini  adalah  Nuahatan. Kata “hatan”  sendiri  berarti  batang,  sehingga  istilah “Nuahatan” berarti  batang  air  Nua.  Nama  ini  diberikan  oleh  orang  Sepa  kepada  mereka  sesuai  dengan  tempat  asalnya  dan  setelah  perjanjian  Paku  Mamoloru  disetujui.
Orang  Nuaulu,  jika  dilihat  dari  proses  kedatangannya  ke  Negeri  (Desa)  Sepa  ini,  melalui  lima  tahapan,  yaitu  pada  awalnya  adalah  dari  Nua,  kemudian  berpindah  lagi  di  suatu  tempat  yang  bernama  Soponia,  dan  kemudian  berpindah  lagi  ke  tempat  yang  baru,  yaitu  Salawai,  setelah  itu  mereka  pindah  ke  Aipura,  dan  dari  Aipura  baru  mereka  menuju  ke  Itin Silalouw  di  Negeri  Sepa (Itin artinya bekas/tanda, Sila artinya datang louw artinya  kumpul,  jadi  Itin Silalouw  artinya  bekas/tanda  datang  untuk  berkumpul).
Menurut  kajian  etnografi  yang  di  kemukakan  oleh  M. Saleh Patuhena,  penduduk  pribumi  Maluku  berasal  dari  Melanesia,  tetapi  menurut  pendapat  umum  masyarakat  setempat,mereka  berasal  dari  Alifuru  yang  masih  terdapat  pada  pulau-pulau  Seram, Halmahera, dan Buru  sekarang.  Mungkin  orang  Alifuru  itu  adalah  Proto  Melayu  yang  menurut  Sarasin  bersaudara,  mereka  migrasi  ke  Nusantara  setelah  orang-orang  Melanesia.  Mereka  terdesak  oleh  kelompok  Deotro Melayu,  sehingga  mereka  masuk  ke  daerah  pedalaman  dan  membentuk  kelompok-kelompok  yang  terpisah.
Alifuru  di  Seram  yang  menjadi  nenek  moyang  dari  orang-orang  pribumi  di  Maluku  Tengah  dan  Tenggara  itu,  berkeliaran  di  daerah  pegunungan  dan  hulu  dari  dua  sungai  besar,  yaitu  Sapalewa  di  Utara  dan  Tala  di  selatan  pulau  itu.  Dalam  sebagian  kapata,  disebutkan  bahwa  orang  Alifuru  itu  pada  mulanya  berkeliaran  di  tanah  pegunungan  Nunusaku.  Ketika  jumlahnya  makin  bertambah  sebagian  di antaranya  bergerak  ke  arah  daratan  rendah,  menelusuri  sungai  Sapalewa  dan  sungai  Tala.  Orang-orang  Alifuru  yang  berada  di  sungai  Sapalewa  dan  sekitarnya  di  sebut  alone,  sedangkan  mereka  yang  berada  di  sungai  Tala  dan  sekitarnya  disebut  wemale.  Ada  dugaan  kelompok  alone  berasal  dari  utara (Sulawesi utara atau  Halmahera utara),  sedangkan  wemale  diperkirakan  berasal  dari  Melanesia.
Dalam  gelombang  penyebaran  selanjutnya,  orang-orang  Alifuru  itu  menyeberang  dan  menghuni  pulau-pulau  sekitar  pulau  seram.  Kelompok  alone  bergerak  ke  timur,  menghuni  daratan  seram  bagian  timur  dan  kepulauan  sekitarnya,  dan  pada  akhirnya  sampai  ke  kepulauan  Kei  dan  kepulauan  lainnya  di  Maluku  Tenggara.  Selain  itu,  mereka  bergerak  ke  arah  barat  sampai  ke  Huamual  dan  sebagian  di  antara  mereka  melalui  sungai  Eti  untuk  mendiami  daerah  sekitarnya  dan  sebagian  lainnya  menyeberang  ke  pulau  Ambon  dan  pulau  Haruku.  Kelompok  wemale  mendiami  tanah  daratan  beberapa  meter  atau  kilo  meter  dari  pesisir,  sedangkan  sebagian  lainnya  menyeberang  dan  mendiami  pulau  Saparua  dan  Nusalaut.  Karena  dalam  memori  kelektif  masyarakat  dinyatakan  bahwa  mereka  berasal  dari  Alifuru  di  Seram,  maka  pulau  asal  mereka  itu  di  sebut  Nusa  Ina (pulau ibu).  Di  Maluku  Utara,  masyarakat  menganggap  tanah  asal  mereka  adalah  Halmahera (pulau besar). 


  1. Geografis
Masyarakat  Nuaulu  adalah  suatu  satuan  hidup  manusia  yang  mendiami  empat  buah  petuanan  yaitu,  Bunara, Hahualan, Ruhua, Yalahatan, yang  berada  di  bawah  kekuasaan  Negeri  (Desa) Sepa  dan  Negeri  Tamilouw  di  seram  selatan,  dalam  wilayah  Kecamatan  Amahai,  Kabupaten  Maluku  Tengah.
Jarak  Negeri  Sepa  dengan  Masohi,  Ibu  Kota  Kabupaten  Maluku  Tengah  sejauh  31 km.  Sedangkan  Negeri  Tamilouw  41 km.  Kabupaten  Maluku  Tengah  merupakan  salah  satu  Daerah  Tingkat II  di  Provinsi  Maluku.  Secara  geografis  Kabupaten  Maluku  Tengah  terletak  di  wilayah  tengah  Provinsi  Maluku  pada  posisi  2,5o-7,5 LS  dan  125o-132,50 BT .
Kecamatan  Amahai  terletak  pada  128o 10-129o 45 BT  antara  3o 7-3o 27 LS,  dengan  luas  1.290.20 km2  yang  terdapat  19  Desa,  termasuk  Negeri (Desa) Sepa  dan  Negeri  Tamilouw.
Wilaya  Maluku  Tengah  berbatasan :
1.      Sebelah  utara  dengan  Laut  Seram
2.      Sebelah timur  dengan  perairan  Irian  Jaya.
3.      Sebelah  selatan  dengan  laut  Banda.
4.      Sebelah  Barat  dengan  laut  Buru
Luas  wilayah  Kabupaten  Maluku  Tengah  seluruhnya  ±  283.931 km2  yang  terdiri  atas  luas  laut  ±  255.090 km2  dan  luas  daratan  ±  28.841 km2.
Suku  Nuaulu  yang  berada  di  Negeri  Sepa  bermukim  pada  tiga  kampung,  Bunara,  Hahualan, dan  Ruhua,  sedangkan  yang  berada  di  Negeri  Tamilouw  bertempat  tinggal  di  kampung  Yalahatan.  Kampung-kampung  orang  Nuaulu  berada  dalam  satuan  administrasi  pemerintahan  desanya  masing-masing.  Di  Maluku  Tengah,  setiap  negeri  mempunyai  tanah  petuanan (wilayah) yang  sangat  luas.  Negeri  Sepa  dan  Negeri  Tamilouw  dengan  petuanannya  berdekatan  satu  sama  lain.  Kedua  Negeri  tersebut  berbatasan  dengan  Negeri  lain  dan  petianannya  sebagai  berikut :
1.      Sebelah  utara  berbatasan  dengan  petuanan  Negeri  Sawai.
2.      Sebelah  timur  berbatasan  dengan  petuanan  Negeri  Haya.
3.      Sebelah  barat  berbatasan  dengan  petuanan  Negeri  Ruta
4.      Sebelah  selatan  berbatasan  dengan  laut  Banda.
  1. Iklim
Iklim  di  Maluku  Tengah,  termasuk  desa  yang  di diami  orang-orang  Nuaulu  di  seram  selatan,  adalah  iklim  tropis  dan  iklim  musim,  karena  daerahnya  terdiri  dari  beratus-ratus  pulau  dan  di  kelilingi  oleh  laut  yang  luas,  maka  iklimnya  di  pengaruhi  oleh  iklim  laut  dan  akan  berlangsung  seirama  dengan  iklim  musim.
Di  seram  selatan  di  kenal  dua  musim  yang  berlangsung  silih  berganti,  musim  timur  berlangsung  dari  bulan  April  sampai  September  yang  di  tandai  dengan  bertiupnya  angin  timur  yang  membawah  banyak  hujan,  sedangkan  musim  barat  mulai  bulan  Oktober  hingga  Maret  yang  di  tandai  dengan  bertiupnya  angin  barat  dan  barat  laut  yang  berubah-ubah  dengan  curah  hujan  yang  relatif  sedikit.  Bulan  pertama  dari  setiap  musim,  yaitu  April  dan  Oktober  disebut  pancaroba.  Pada  musim  pancaroba,  keadaan  laut  agak  tenang  karena  angin  betiup  sangat  lemah.
Secara  administrasi  jumlah  kelompok  Nuaulu  yang  berada  dalam  wilayah  Negeri  Sepa  dan  Negeri  Tamilouw  mendiami  empat  kampung  sebagaimana  telah  dijelaskan.  Jumlah  penduduk  dan  jumlah  kepala  keluarga  orang  Nuaulu  di  empat  kampung  tersebut  seperti  tertera  pada  tabel 5.




Tabel 5.
Jumlah kampung (dusun) dan jiwa kelompok
masyarakat suku Nuaulu
Nama Kampung
Luas Wilayah Kampung
Jumlah Penduduk
Jumlah KK
Keterangan
Bunara
Hahualan
Ruhua
Yalahatan (Tamilouw)
100 M2
50 M2
100 M2
100 M2
237 jiwa
94 jiwa
556 jiwa
345 jiwa
52
18
104
76

Jumlah
350 M2
1232 jiwa
250

            Sumber : kantor Negeri Sepa dan Negeri Tamilouw tahun 2013
Data dalam  tabel  tersebut  memperlihatkan  bahwa  di  Bunara  satu keluarga  rata-rata  5  orang,  Hahualan  5  orang,  Ruhua  5  orang,  dan Yalahatan   4 orang. Dengan  begitu, Jumlah  anggota  dalam  satu  keluarga  rata-rata  5  orang.  Keluarga  semacam  ini  merupakan  keluarga  kecil.  Satu keluarga  terdiri  atas  ayah,  ibu,  dan  3  orang  anak.  Dalam  satu  rumah  hanya terdapat  satu  keluarga.
Tampaknya,  dikampung  Ruhua  paling  banyak  penduduk,  sedangkan Hahualan  paling  kurang  penduduknya.  Perbedaan  luas  wilayah  berpariasi, tiga  kampung  memiliki  luas  wilayah  100   m2  yaitu  Kampung  Bunara, Ruhua,  dan  Yalahatan,  sedangkan  kampung  Hahualan  hanya  memiliki  luas wilayah  50 m2.


B.  Sistem Kekerabatan
Dalam  masyarakat  Nuaulu,  dikenal  istilah  marga.  Marga  adalah kelompok  kekerabatan  yang  meliputi  orang-orang  yang  mempunyai  kakek bersama  atau  percaya  bahwa  mereka  adalah  keturunan  dari  seseorang  kakek bersama  menurut  perhitungan  garis  patrinial  dan  kebapakan. Jadi,  semua orang  yang  semarga  adalah  orang  yang  mempunyai  hubungan  kekerabatan melalui  perkawinan.
Menurut  Levi-Strauss,  bagi  masyarakat  primitif,  orang-orang  yang  berada  diluar  batas  kesukuannya,  tidak  dianggap  sebagai  umat  manusia  karena  orang  primitif  menganggap  semua  orang  diluar  kelompoknya  sebagai orang  asing,  atau  justru  dianggap  bukan  sebagai  manusia  atau  hewan  yang  berbahaya  atau  hantu.  Menurut Lowie,  kekerabatan  adalah  hubungan-hubungan  sosial  yang  terjadi  antara  seseorang  dengan  saudara-saudaranya  atau  keluarganya,  baik  dari jjalur  ayahnya  atau  ibunya.  Dengan    demikian,   sistem  kekerabatan  adalah  sebuah  keranggka  interaksi  antara  mereka  yang  merasa  mempunyai  hubungan  kekerabatan.  Pusat  sistem  kekerabatan  adalah  keluarga,  baik  keluarga  inti  yang  terdiri  dari  ayah,  ibu,  dan  anak-anak  mereka  maupun  keluarga  luas  yang  terdiri  dari  keluarga  inti  ditambah  kakek,  nenek,  paman-bibi,  para sepupu,  keponakan,  dan  lain-lain.
Disamping  itu,  menurut  Radcliffe Brown,  dikalangan  kebanyakan  masyarakat  primitif,  hubungan  ssosial  individu  sebagian  besarnya  adalah  diatur  berdasarkan  kekeluargaan.  Hubungan  ini  terjadi  dengan  wujudnya  pola-pola  tingkah  laku  tertentu  yang  boleh  dikatakan  tetap  bagi tiap-tiap  satu  jenis  hubungan  yang  dapat  dikenal.  Terdapat  pola  tingkah  laku  yang  istimewa,  misalnya  pola  tingkah  laku  bagi  seorang  anak  laki-laki  terhadap  bapaknya  dan  adik laki-laki  terhadap  abangnya.  Pola-pola  itu berbeda  diantara  satu  masyarakat  yang  lain,  tetapi  ada  beberapa  prinsip  atau  kecenderungan  asasi  yang  terdapat dikalangan  semua  masyarakat,  atau  dikalangan  semua  masyarakat  dari  jenis  yang  tertentu.
Iakatan  kekerabatan  merupakan  salah  satu  pranata  kemasyarakatan  yang  penting.  Istilah-istilah  yang digunakan  untuk  menunjukan  relasi  bagaimana  seseorang  (ego)  dengan  orang  lain  sebagai  kerabatnya  dapat  dilihat  dari istilah-istilah  yang   digunakan  untuk  menyapa  maupun  menyebut,  dari  hubungan  yang  dilibatkan  karena  perkawinan  maupun  melalui  keturunan.
Sistem  kekerabatn  dalam  pranata  sosial  masyarakat  suku  Nuaulu,  menempatkan  marga  atau  fam  pada  posisi  penting  dalam  struktur  lembaga  adat  Nuaulu  seperti  tergambar  dalam  skema  di  bawah  ini.
Keterangan :
a.       Matoke (kepala adat),  marga  yang  bertanggung  jawab  kepada  semua  soa (ipane) dalam  hubungannya  dengan  urusan  adat.
b.      Sounawe aipura (guru),  marga  yang  bertanggung  jawab  dalam  masalah  kepercayaan  bila  ada  ritual-ritual  inisiasi  dalam  marga  ini  yang  sangat  berperan,  seperti  dalam  upacara  Pataheri dan  Posuno.
c.       Soumory, marga  yang  bertanggung   jawab  kepada  tiang  tengah  rumah  adat  baeleu (Sounawe),  mementara  tiang  depan  di  tanggung  oleh  Sounawe Aipura.
d.      Kamama,  marga  yang  bertanggung  jawab  kepada  tiang  dapur baeleu (Sounawe aipura)  dan  tipa  besar.
e.       Leipary (Marinyo),  marga  yang  bertanggung  jawab  untuk  setiap  adat  yang  di  musyawarakan  harus  disampaikan  kepada  seluru  warga,  biasanya  informasi  tersebut  disampaikan  oleh  petugas  yang  biasa  disebut  matim.

A.  Pendidikan
Pendidikan  (education)  merupakan  usaha  sadara  dan  terencana  untuk  mewujudkan  suasana  belajar,  dan  proses  pembelajaran  agar  peserta  didik  secara  aktif  mengembangkan  potensi  dirinya,  untuk  memiliki  kekuatan  spiritual  keagamaan,  pengendalian  diri,  kepribadian,  kecerdasan,  akhlak  mulia,  serta  ketrampilan  yang  diperlukan  dirinya.
Tingkat  pendidikan  merupakan  hal  yang  vital  bagi  kemajuan  suatu  daerah.pasalnya  melalui  pendidikan  akan  membuat  masyarakat  sukses  dalam  meraih  cita-cita  yang  mereka  inginkan.  Sehingga  jalan  untuk  dapat  meningkatkan  taraf  hidup  masyarakat  kearah  yang  lebih  baik  lagi  dapat  tercapai.  Hal  ini  didasari  oleh  pandangan  positif  dari  masyarakat  bahwa,  dengan  pendidikan  masyarakat  akan  memiliki  kualifikasi  kelulusan  dalam  bentuk  ijazah,  dimana  dengan  ijazah  tersebut  dapat  digunakan  masyarakat  untuk  memperoleh  pekerjaan,  pada  instansi  pemerintah  dan  instansi  awasta.
Bagi  suku  Nuaulu  belum  memandang  penting  arti  pendidikan  bagi  kehidupan  mereka. Sehingga  buta  aksara (tidak  tahu  membaca)  sangat  tinggi.  Dimana  masih  menjadi  problem  serius  yang  melilit  kehidupan  sosial  mereka.  Tak  pelak  untuk  mengembangkan  hidup  mereka  kearah  yang  lebih  baik  lagi  diperhadapkan  dengan  problem ini.  Akibatnya  mereka  masuk  dalam  kategori  orang  miskin.  Tentang  jumlah  fasilitas  pendidikan  di  Negeri Sepa  yang  didiami  suku  Nuaulu  tersaji  pada  tabel 6 :
Tabel 6. Jumlah Fasilitas Sosial Pada Sektor Peendidikan
Yang Digunakan Suku Nuaulu di Negeri Sepa
No
Sekolah
Jumlah
1.
Taman kanak-kanak (TK)
-
2.
 Sekolah Dasar (SD)
1
3.
Sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP)
-
4.
Sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA)
-
   Total
1
Sumber data, Kantor Desa Sepa, April 2013



BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

Setelah  pada  Bab  IV  diuraikan  tentang  aspek-aspek  yang  meliputi kebijakan  Pemerintah  Daerah  Kabupaten  Maluku  Tengah  dalam  program  pembinaan  masyarakat  terasing  Suku  Nuaulu  di  Dusun  Bunara,  Ruhua  dan  Hahualan  di  Negeri  Sepa  Kecamatan  Amahai,  yang  mencakup ;  (a) Pembinaan   baca  tulis  kepada  Suku  Nuaulu  di  Negeri  Sepa, (b) Pelayanan kesehatan  kepada  Suku  Nuaulu  di  Negeri Sepa, (c) Pemberdayaan  perekonomian  kepada  Suku  Nuaulu  di  Negeri Sepa,  dan (d)  Perbaikan lingkungan   perumahan  Suku  Nuaulu  di  Negeri  Sepa.  Adapun  kesimpulan  dan  saran  sebagai  berikut ;
A.   Kesimpulan
Dalam  pembinaan  baca  tulis  kepada  Suku  Nuaulu  pada  Dusun  Bunara,   Hahualan,   dan  Dusun  Ruhua  di  Negeri  Sepa  yang  didiami  Suku  Nuaulu  terungkap  bahwa,  Pemerintah  Daerah  Kabupaten  Maluku  Tengah  melalui Dinas Sosial Kabupaten Maluku  Tengah  bersama dengan dinas terkait tidak  sering  melakukan  program  pembinaan  baca  tulis  kepada  masyarakat Suku  Nuaulu.  Kemudian  dalam  pelayanan  kesehatan  kepada Suku Nuaulu pada  Dusun Bunara, Hahualan, dan  Dusun  Ruhua  di Negeri  Sepa  yang  didiami  Suku  Nuaulu  juga  tidak sering dilakukan  program pelayanan kesehatan  kepada  masyarakat  Suku  Nuaulu.
Sedangkan pemberdayaan perekonomian kepada Suku Nuaulu pada Dusun  Bunara  di Negeri  Sepa yang didiami Suku Nuaulu terungkap bahwa, Pemerintah Daerah Kabupaten Maluku  Tengah  melalui Dinas Sosial Kabupaten Maluku  Tengah  bersama dengan dinas terkait jarang sekali melakukan program  pemberdayaan  perekonomian  kepada  masyarakat  Suku Nuaulu  di Negeri  Sepa. Adapun perbaikan lingkungan perumahan Suku Nuaulu pada Dusun Bunara, di Negeri  Sepa  yang  didiami  Suku  Nuaulu  terungkap bahwa, Pemerintah Daerah Kabupaten Maluku  Tengah  melalui  Dinas Sosial Kabupaten  Maluku  Tengah bersama dengan dinas terkait tidak sering melakukan  program  perbaikan  lingkungan  perumahan masyarakat  Suku Nuaulu di Negeri  Sepa.
Dengan demikian berbagai kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Maluku  Tengah  melalui  Dinas Sosial  Kabupaten  Maluku  Tengah  dalam program  untuk  mencapai  tujuan Rencana  Strategi (Renstra)  kurun waktu 5 tahun (2007–2012) salah  satunya  yakni  program  pemberdayaan  Komunitas Adat Terpencil (KAT) atau  masyarakat terasing Suku Nuaulu pada Dusun Bunara, di Negeri Sepa Kecamatan Amahai Kabupaten Maluku  Tengah gagal. Hal ini dikarenakan tidak pernah direalisasikan  berbagai  program  pembinaan tersebut. 
B.  Saran
Berdasarkan kesimpulan yang disajikan pada paragraf sebelumnya, terlihat  bahwa, berbagai  program  pembinaan masyarakat terasing Suku Nuaulu pada Dusun Bunara,   di  Negeri  Sepa Kecamatan Amahai  tidak  direalisasikan sama sekali oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Maluku  Tengah  melalui Dinas Sosial Kabupaten Maluku  Tengah.  Atas  kegagalan  yang  dihadapi  Pemerintah Daerah  Kabupaten  Maluku  Tengah  melalui  Dinas  Sosial  Kabupaten  Maluku  Tengah dalam pembinaan masyarakat terasing Suku Nuaulu tersebut dapat disarankan sebagai berikut :
Bahwa pembinaan baca tulis kepada Suku  Nuaulu pada Dusun Bunara, di Negeri  Sepa, kedepan perlu direalisasikan secara rill oleh Pemerintah Daerah Kabupaten melalui Dinas Sosial Kabupaten Maluku  Tengah  beserta instansi terkait. Sehingga mereka bisa keluar dari buta aksara sekaligus keluar dari masalah  sosial  yang  mereka  hadapi  selama ini. Kemudian pelayanan kesehatan kepada  Suku Nuaulu  di  Dusun Bunara, di Negeri  Sepa, pada waktu yang akan datang perlu diimplementasikan secara rill oleh Pemerintah Daerah Kabupaten melalui Dinas Sosial Kabupaten Maluku  Tengah  beserta instansi terkait. Sehingga memiliki dampak yang positif bagi peningkatan kesehatan mereka sekaligus mereka bisa keluar dari masalah sosial yang mereka hadapi selama ini.
Sedangkan pemberdayaan perekonomian kepada Suku Nuaulu di Dusun Bunara, di Negeri  Sepa,  pada  masa  yang  akan  datang  perlu  direalisasikan secara rill oleh Pemerintah Daerah Kabupaten melalui Dinas Sosial Kabupaten Maluku  Tengah  beserta  instansi  terkait. Sehingga mereka bisa memiliki tingkat  perekonomian  yang  optimal  guna  menghidupi  keluarga  mereka sekaligus  keluar  dari  masalah  sosial  yang  mereka  hadapi  selama ini.  Begitu-pula perbaikan lingkungan perumahan Suku Nuaulu di Negeri  Sepa, Negeri  Sepa kedepan  perlu  secara  serius  diperhatikan  oleh Pemerintah Daerah  Kabupaten  melalui Dinas Sosial Kabupaten Maluku  Tengah beserta instansi  terkait. Sehingga mereka  bisa  memiliki  lingkungan perumahan yang layak  sekaligus mereka bisa keluar dari masalah sosial yang melilit mereka selama ini.